Sejak ditetapkannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah jo to Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004, daerah diberi
kewenangan untuk mengembangkan dan melakukan sendiri upaya kesehatan, dan pada gilirannya
sistem informasi kesehatan di daerah akan lebih penting peranannya. Sistem ini
harus mampu menghasilkan data atau informasi yang memadai untuk menunjang
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta untuk evaluasi berbagai kegiatan
kesehatan di tingkat daerah. Regulasi yang
mengatur terhadap upaya pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) adalah
berdasarkan Surat Keputusan Mendagri Nomor 130-67 Tahun 2002 tentang pelimpahan kewenangan yang selanjutnya untuk bidang kesehatan diperjelas dengan Surat Sekretaris Jendral Depkes dan Kessos Republik Indonesia Nomor OT.01.SJ.IV.1051 tentang 27 kewenangan pembangunan kesehatan di Tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota, salah satunya adalah kewenangan untuk pengembangan Sistem Informasi
Kesehatan Daerah. Selanjutnya dalam tatalaksana
pengembangannya diatur pada Kepmenkes RI Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang
Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan dan Kepmenkes RI Nomor
932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Sistem
Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) untuk tingkat Kab/Kota. Pengembangan sistem informasi kesehatan tersebut harus sejalan dengan
kebijakan desentralisasi.berdasarkan Surat Keputusan Mendagri Nomor 130-67 Tahun 2002 tentang pelimpahan kewenangan yang selanjutnya untuk bidang kesehatan diperjelas dengan Surat Sekretaris Jendral Depkes dan Kessos Republik Indonesia Nomor OT.01.SJ.IV.1051 tentang 27 kewenangan pembangunan kesehatan di Tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota, salah satunya adalah kewenangan untuk pengembangan Sistem Informasi
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat sebagai unit
pelaksana di tingkat Propinsi telah menyikapi kebijakan tersebut dengan mengembangkan
sistem informasi kesehatan daerah Propinsi Sumatera
Barat. Sistem ini terintegrasi kedalam suatu sistem informasi yang disebut
Sistem Informasi Kesehatan daerah ( SIKDA ) yang dibuat dalam bentuk aplikasi
dengan berbasiskan WEB. System ini terhubung kedalam satu server yang dapat
menghubungkan Puskesmas ( SIM Puskesmas ), Dinas Kesehatan Kabupaten ( SIKDA Kabupaten ) dan Dinas Kesehatan
Provinsi ( SIKDA Provinsi ). Sistem ini diharapkan
mampu menyediakan kebutuhan data dengan alur
informasi tersaji dalam bentuk yang lebih cepat dan akurat . Dengan
adanya sistem ini diharapkan pengambilan keputusan terhadap masalah kesehatan
dapat berlangsung cepat dan tepat
Sebenarnya telah ada kesepakatan bersama antara Dinas Kesehatan
Provinsi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota berupa komitmen politis dengan membuat dukungan kebijakan sebagai
landasan pelaksanaan. Membuat komitmen internal tentang pelaksanaan laporan
satu pintu . Memberi dukungan sarana dan prasarana , melakukan sharing pembiayaan
dimana Provinsi bertanggung jawab terhadap pengembangan aplikasi termasuk
dukungan peningkatan kapasitas SDM dan kabupaten/kota bertanggung jawab
terhadap dukungan infrastruktur Dalam
perjalanan ternyata harapan dalam penyediaan data yang cepat dan akurat
masih jauh dari kenyataan. Fakta menunjukkan bahwa partisipasi Puskesmas
dalam pemanfatan SIM Puskesmas sangat rendah.
Dari wawancara awal
yang dilakukan rendahnya tingkat pemanfaatan
disebabkan keberadaan SIM Puskesmas tersebut belum mampu mengatasi
berbagai persoalan pencatatan / pelaporan di Puskesmas. Fakta yang terjadi masih terjadi fragmentasi
sistem manajemen data yang mengakibatkan terjadinya duplikasi pencatatan baik di tingkat manajemen pasien dan manajemen program. Implikasinya adalah terjadinya redudansi data, inakurasi, inefisiensi
dan output informasi yang kurang lengkap pada beberapa pencatatan dan pelaporan
di Puskesmas.Dari
hasil pengamatan awal yang dilakukan di tingkat manajemen pasien pencatatan nama
pasien, jenis penyakit, dan jenis obat-obatan masih berulang-ulang oleh petugas
yang berbeda. Nama pasien saja tercatat di register loket karcis, kertas resep
di ruang poliklinik, buku bantu register poliklinik, dan register apotik. Hal
ini menyebabkan seringnya terjadi perbedaan perhitungan sasaran yang direkap
dari poliklinik, loket dan apotik di Puskesmas. Kasus serupa juga terjadi
cakupan pelayanan kesehatan balita, hasil pelayanan ini tercatat melalui blanko
yang berbeda-beda dan petugas pencatat yang berbeda pula. Hasil pelayanan
kesehatan balita tercatat di ruang KIA, ruang Imunisasi, dan juga ruang Gizi
pada puskesmas yang sama dan petugas yang berbeda sehingga sewaktu evaluasi
akhir sering dijumpai perbedaan jumlah sasaran terlayani.
Di tingkat manajemen
program permasalahan yang terjadi tidak jauh berbeda. Duplikasi terjadi pada pengisian
format laporan program dengan pengisian
pada format laporan Sistem Pencatatan
Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP). Secara substansi sebenarnya laporan ini
sama , hanya berbeda kelengkapan karena Sistem Pencatatan Pelaporan Terpadu
Puskesmas merupakan gabungan seluruh
laporan kegiatan yang terd . Akibat duplikasi tersebut banyak Puskesmas yang tidak mencatat dan
melaporkan kegiatannya dengan formulir SP2TP .
Observasi pendahuluan
yang dilakukan tentang alur pencatatan/pelaporan data program di Puskesmas didapatkan
bahwa proses dimulai dari pencatatan
kedalam buku register. Pencatatan pada
buku register dilakukan dengan mengambil
data dari kartu status pasien, kohort
ibu, kohort bayi, kartu kunjungan posyandu dan lain sebagainya.Dari buku
register tersebut selanjutnya data direkapitulasi menjadi laporan bulanan. laporan
bulanan bisa terdiri dari bermacam-macam laporan tergantung kebutuhan, baik
untuk kebutuhan Puskesmas sendiri ataupun kebutuhan Dinas Kesehatan dan
Kementrian Kesehatan. Permintaan laporan ke Puskesmas terjadi dengan bermacam
format yang berbeda walaupun secara substansi sebenarnya laporan yang diminta
adalah sama. Ada data yang diminta dalam
format laporan bulanan kegiatan program seperti laporan KIA, laporan P2M ,
Laporan Gizi dan lain-lain dan ada yang diminta dalam bentuk laporan terpadu
SP2TP. Laporan program akan dikirim ke masing-masing direktorat dan laporan
SP2TP akan di-input ke dalam software aplikasi SIM Puskesmas di komputer.Laporan
yang di input terdiri dari :
- Laporan
LB.1 : Laporan tentang data kesakitan
- Laporan
LB.2 : Laporan tentang pemakaian dan permintaan obat
- Laporan
LB.3 : Laporan kegiatan program KIA,Gizi dan P2M
- Laporan
LB.4 : Laporan Kegiatan Puskesmas lainnya
- Laporan
LT.1 : Laporan Data dasar Puskesmas
- Laporan
LT.3 : Laporan ketenagaan
- Laporan
LT.3 : Laporan tentang inventaris alat
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan pada SIKDA Propinsi diketahui banyak Puskesmas yang tidak melakukan input data laporan
SP2TP ke dalam aplikasi SIM Puskesmas.Dari wawancara dengan
beberapa pimpinan puskesmas, hal ini karena petugas pengelola program tidak
mengisi form SP2TP manual sehingga Petugas pengelola SP2TP tidak bisa melakukan
input data ke dalam komputer. Menurut pimpinan puskesmas hal ini disebabkan
antara lain :
- Petugas tidak sempat mengisi karena
terlalu banyak laporan
- Anggapan petugas bahwa laporan SP2TP tidak penting
- Laporan SP2TP sudah terdapat pada
laporan program
- Laporan SP2TP dianggap merupakan
beban tambahan bagi Puskesmas.
Masalahan lain juga terjadi dalam manajemen Organisasi. Masalah yang terjadi pada informasi keuangan yang sulit
diakses secara cepat yang meliputi informasi pembiayaan dari masing-masing pos
pelayanan dalam gedung, selain itu juga informasi pengelolaan keuangan kegiatan
pembangunan (DASK) yang cenderung terpisah dari keuangan operasional puskesmas.
Pengelolaan keuangan terpisah (tidak terintegrasi) antara keuangan hasil
retribusi, keuangan proyek, keuangan hasil jasa pelayanan dan pendapatan lainnya menyulitkan pimpinan puskesmas
mengakses situasi kapital yang ada di puskesmasnya secara cepat. Untuk manajemen data
kepegawaian dan inventaris alat masih dilakukan secara manual dengan memakai
buku bantu. Hal ini sangat menyulitkan terutama untuk mengakses data dengan
cepat.
Dari beberapa uraian fungsi manajemen diatas, tergambar
bahwa manajemen puskesmas sangat membutuhkan pengelolaan informasi yang akurat.
Informasi tersebut berupa informasi pengelolaan program kesehatan yang
memperhatikan keutuhan konsep wilayah dan informasi pengelolaan manajemen
pasien Selain itu, informasi yang baik terhadap pengelolaan unit penunjang
meliputi kepegawaian, keuangan, pengelolaan barang juga dibutuhkan secara
efesien dan efektif kepada penggunanya.Berdasarkan momentum tersebut,
penyusunan desain sistem informasi manajemen puskesmas dapat dilakukan dengan
pendekatan yang memandang pengguna
bukan sebagai obyek namun sebagai partisipan. Pendekatan ini berfokus
terjadinya perubahan yang melibatkan secara aktif pengguna dan peneliti dalam
penyusunan desain.