Minggu, 14 Oktober 2012

PENGELOLAAN SAMPAH

A. Pengamanan Limbah Padat

Berbagai akibat kurangnya perhatian dalam pengelolaan sampah sejak sampah dihasilkan sampai pembuangan akhir sangat merugikan kesehatan masyarakat secara langsung maupun sebagai akibat menurunnya kualitas lingkungan.

Akibat dampak tersebut dapat berupa :

1. Kemerosotan mutu lingkungan yang dapat mengganggu atau menimbulkan kelahan masyarakat dan 
        masalah kesehatan antara lain :
- Tingginya angka kepadatan vektor penyakit (lalat, tikus, nyamuk, kecoa dan lain-lain)
- Pencemaran terhadap udara, tanah dan air 
- Rendahnya nilai-nilai estitika 

2. Timbulnya penyakit-penyakit menular, antara lain:
- Penyakit diare
- Penyakit kulit
- Penyakit scrub typhus (typhus bercak wabah) 
- Demam berdarah dengue
- Penyakit demam typhoid (typhus perut)
- Kecacingan
- Dan lain-lain
3. Timbulnya penyakit-penyakit menular, antara lain :
 - penyakit diare
-  penyakit kulit
Penyakit scrub typhus (typhus bercak wabah)
- Demam berdarah dengue
- Penyakit demam dyphoid (tyhus perut)
- Kecacingan 
- Dan lain-lain 

Oleh karena itu dampak pengelolaan sampah terhadap kesehatan masyarakat perlu mendapat perhatian sejak sampah dihasilkan proses perencanaan sampai pada penatalaksanaan pengelolaan sampah. 
Upaya-upaya yang harus dilaksanakan dalam pengamanan limbah padat kerkaitannya dengan pengendalian vektor adalah sebagai berikut :

1. Penampungan atau pewadahan sampah 
a. Setiap sampah yang dihasilkan harus ditampung pada tempat sampah 
b. Sampah-sampah yang cepat membusuk dan berbau sebelum ditampung ditempat sampah agar dimasukan dalam kantong kedap air dan diikat.
c. Tempat sampah yang dipakai untuk menampung sampah harus :
1. Terbuat dari bahan yang  kedap air, tidak mudah dilubangi tikus dan mempunyai permukaan yang halus ada bagian didalamnya.
2. Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotorkan tangan
3. Mudah diisi dan dikosongkan serta mudah dibersihkan 
d. Tempat sampah berupa bak beton permanen terutama di permukiman tidak dianjurkan.
e. Menampung sampah ditempat sampah, tidak boleh melebihi 3 x 24 jam (3 hari)
f. Tidak diperkenankan membiarkan sampah yang dapat menampung air menjadi tempat perindukan serangga dan binatang pengerat
g. Bila kepadatan lalat disekitar tempat sampah melebihi 2 ekor perblok gril, perlu dilakukan pemberantasan dan perbaikan pengelolaan sampahnya.

2. Pengelolaan sampah setempat (Pola Individual)
a. Upaya mengurangi volume, merubah bentuk atau memusnahkan sampah yang dilakukan pada sumber penghasil sampah. Harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Hanya dilakukan pada permukiman yang kepadatannya kurang dari 50 jiwa/Ha
2) Bila dilakukan pembakaran, asap dan debu yang dihasilkan tidak menganggu dan membahayakan kesehatan masyarakat sekitarnya.
3) Bila sampah yang dihasilkan ditimbun atau ditanam pada lubang gallian  tanah, jarak terhadap sumur atau sumber air bersih terdekat minimal 10 meter
b. Sampah sampah yang berupa battery bekas dan bekas wadah bahan berbahaya dan beracun harus ditangani secara khusus.

3. Pengumpulan sampah
a. Tidak diperbolehkan mengumpulkan sampahdiluar bangunan Tempat Pengumpulan Sampah Sementara.
b. Tempat pengumpulan sampa sementara (TPS) harus dikedap air, bertutupdan selalu dalam keadaan ditutup bila sedang tidak diisi atau dikosongkan serta mudah dibersihkan. 
c. Penempatan Tempat Pengumpulan Sampah Sementara
1) Tidak merupakan sumber bau dan lalat dari rumah terdekat.
2) Dihindarikan sampah masuk dalam saluran air
3) Tidak terletak pada tempat yang mudah terkena luapan air atau banjir.
d. Pengosongan sampah di Tempat Pengumpulan Sampah Sementara harus dilakukan  minimum 1 (satu)  kali  1 (satu  hari.
e. Bila Tempat Pengumpulan Sampah Sementara berupa stasiun pemndaha (transfer stasion) dimana dilakukan proses pemadatan sampah ditempat tersebut, maka:
1) Tidak merupakan sumber bau dan lalat dari rumah terdekat
2)  Dihindarkan sampah tidak masuk dalam saluran air
3)  Tidak terletak pada daerah yang mudah terkena luapan air atau banjir
4) Harus dilakukan pengamanan erhadap leachate
5) Kegiatan ditempat ini tidak nampak oleh umum 
f.  Bila ditempat tersebut tingkat kepadatan lalatnya lebih dari 20 ekor per blok grill atau tikus terlihat pada siang hari, harus dilakukan pengendaliannya.
  g. Bila Tempat Pengumpulan Sampah  Sementara berupa area  atau lokasi untuk pemindahan  sampah (Transfer Depo)  dari alat angkut kecil ke alat-angkut yang lebih besar maka:
1) Pengosongan sampah harus dilakukan secepat mungkin  da tidak diperbolehkan menginap
2) Lokasi tersebut terjaga keberhasilannnya

4. Pengangkutan Sampah 
a. Alat pengangkut sampah harus mempunyai wadah yang mudah dibersihkan bagian dalamnya serta dilengkapi dengan penutup 
b. Setiap keluar dari tempat pembuangan akhir sampah, semua kendaraan pengangkut sampah selalu dalam keadaan bersih. 

5. Pengelolaan Sampah 
a. Lokasi untk pengolahan sampah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Tidak merupakan sumber bau, asap, debu, bising, lalat dan binatang pengerat bagi pemukim terdekat
2) Tidak menimbulkan pencemaran bagi sumber air baku air minum 
3) Tidak terletak pada daerah yang mudah terkena luapan air atau banjir.

b. Teknik Pengolahan:
Bila teknik pengolahan sampah adalah pembakaran secara   tertutup (Insenerasi), maka:
1) Emisi debu dan gas yang keluar dari cerobong insenerator harus memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan.
2) Dalam hal-hal tertentu dimana populasi lalat telah melampaui 20 ekor per blokgrill atau keberadaaannya cukup mengganggu, harus dilakukan pengendaliaannya. Bila pengolahan sampah untuk di daur ulang atu dimanfaatkan kembali, maka :
3) Pengumpulan dan penumpukan sampah yang dapat di daur ulang tidak merupakan tempat perindukan serangga dan binatang pengerat serta memperhatikan prinsip estetika 
4) Dalam proses pemisahan, dihindarkan terjadinya kecelakaan 
5) Hasil akhir pendaur ulangan sampah tidak membahayakan kesehatan masyarakat

Bila pengolahan sampah untuk pembuatan pupuk atau Kompos, maka : 
a. Pengumpulan dan pemupukan sampah yang akan dijadikan bahan pupuk dan proses pemotongan tempat perindukan serangga dan binatang pengerat serta memperhatikan prinsip esetetika.
b. Air bekas pencucian  lalat dan leachate harus diamankan  agar tidak menimbulkan masalah pencemaran.
6. Pembuangan Akhir sampah 
a. Lokasi untuk tempat pembuangan akhir harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1)  Tidak merupakan sumber bau, debu, asap, bising lalat, binatang pengerat bagi pemukim terdekat (minimal 3 km).
2) Tidak merupakan sumber pencemar bagi sumber air baku untuk minum dan jarak sedikitnya 200 m atau lebih tergantung pada struktur geologi setempat serta jenis sampahnya
3) Tidak terletak pada daerah banjir .
4) Tidak terletak pada lokasi yang permukaan air tanahnya tinggi
5) Tidak merupakan sumber bau, kecelakaan, serta memperhatikan aspek estetika terhadap jalan besar atau umum 
6)  Jarak terhadap bandar udara tidak kurang dari 5 km 
b. Pengolahan sampah di Tempat Pembuangan Akhir
1) Harus dilakukan upaya agar lalat, nyamuk, tikus, kecoa tidak berkembang biak dan tidak menimbulkan bau
2) Memiliki drainasi yang baik dan lancar
3) Leachate harus diamankan  sehingga tidak menimbulkan masalah pencemaran 
4) Tempat pembungan akhir yang dipergunakan untuk membuang bahan beracun dan berbahaya lokasinya harus di beri tanda khusus dan tercatat di kantor pemerintah Daerah 
5) Dalam hal-hal  tertentu dimana populasi melebihi 20 ekor per blok grill atau tikus terlihat pada siang hari  atau ditemukan nyamuk Aedes, harus dilakukan pemberantasan dan perbaikan cara-cara pengelolaan sampah.
c. Pada setiap Tempat Pembuangan Akhir Sampah harus tersedia alat pemadam kbakaran baik berupa tabung pemadam kebakaran maupun hydran.
1.  Pada setiap Tempat Pembuangan Akhir harus tersedia perlengkapan P.P.P.K.
2.  Pada setiap Tempat Pembuangan Akhir sampah harus tersedia fasilitas ntuk mencuci kendaraaan pengangkut sampah.
3. Tempat Pembuangan Akhir Sampah setelah tidak dipergunakan lagi sebagai tempat pembuangan sampah
4.   Tidak boleh dipergunakan sebagai lokasi pemukiman 
5. Tidak diperkenankan mengambil air dari tempat  tersebut untuk keperluan sehari-hari 
6.   Upaya Pengendalian Vektor

Upaya pengendalian vektor dalam pengamanan dampak limbah padat melalui :
Gerakan minimasi limbah 
Minimasi limbah padat mulai dari sumber sampai dengan tempat pemusnahan dengan mempertimangkan dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat melalui 3 R (reduce, reuse dan recycle).
Reduce dapat dimulai pada tahap limbah mulai dihasilkan baik oleh individu maupun penghasil limbah lainnya dimana penghasil limbah mengurangi limbah yang dihasilkannya dengan cara mengurangi konsumsi barang yang banyak menghasilkan limbah.
Reuse adalah cara memanfaatkan kembali limbah yang telah dibuang  tanpa mengubah bentuk maupun fungsi asal dari limbah tersebut.
Recycle adalah cara memanfaatkan kembali limbah dengan mengubah bentuk dan fungsi limbah sesuai dengan keperluan.

Gerakan Hidup Bersih  dan Sehat
Membiasakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari hidup bersih dan sehat yaitu membuang limbah padat hendaknya dipilih antar limbah padat organic dan limbah padat non organic. Selain itu membiasakan masyarakat membuang limbah padat pada tempatnya. Untuk limbah padat organic hendaknya menggunakan kantong plastik yang diikat rapat. Untuk limbah padat padat non oganic misalnya kaleng hendaknya ditimbun atau dikubur agar tidak menjadi sarang nyamuk aedes.

Pengelolaan sampah


Tong sampah biru di Berkshire, Inggris
Pengelolaan sampah adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur ulangan, atau pembuangan dari material sampah. Kalimat ini biasanya mengacu pada material sampah yg dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan sampah juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam. Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat, cair, gas, atau radioaktif dengan metoda dan keahlian khusus untuk masing masing jenis zat.
Praktek pengelolaan sampah berbeda beda antara Negara maju dan negara berkembang, berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, berbeda juga antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yg tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah.
Metode pengelolaan sampah berbeda beda tergantung banyak hal, diantaranya tipe zat sampah, tanah yg digunakan untuk mengolah dan ketersediaan area.
Tujuan
Pengelolaan sampah merupakan proses yang diperlukan dengan dua tujuan:
mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis (Lihat: Pemanfaatan sampah), atau
mengolah sampah agar menjadi material yang tidak membahayakan bagi lingkungan hidup.
Metoda Pembuangan
Penimbunan darat
Pembuangan sampah pada penimbunan darat termasuk menguburnya untuk membuang sampah, metode ini adalah metode paling populer di dunia. Penimbunan ini biasanya dilakukan di tanah yang ditinggalkan, lubang bekas pertambangan, atau lubang lubang dalam. Sebuah situs penimbunan darat yang di desain dan di kelola dengan baik akan menjadi tempat penimbunan sampah yang hiegenis dan murah. Sedangkan penimbunan darat yang tidak dirancang dan tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan berbagai masalah lingkungan, diantaranya angin berbau sampah, menarik berkumpulnya Hama, dan adanya genangan air sampah. Efek samping lain dari sampah adalah gas methan dan karbon dioksida yang juga sangat berbahaya. (di bandung kandungan gas methan ini meledak dan melongsorkan gunung sampah)
Karakter desain dari penimbunan darat yang modern diantaranya adalah metode pengumpulan air sampah menggunakan bahan tanah liat atau pelapis plastik. Sampah biasanya dipadatkan untuk menambah kepadatan dan kestabilannya, dan ditutup untuk tidak menarik hama (biasanya tikus). Banyak penimbunan samapah mempunyai sistem pengekstrasi gas yang terpasang untuk mengambil gas yang terjadi. Gas yang terkumpul akan dialirkan keluar dari tempat penimbunan dan dibakar di menara pemabakar atau dibakar di mesin berbahan bakar gas untuk membangkitkan listrik.
Pembakaran/pengkremasian
Pembakaran adalah metode yang melibatkan pembakaran zat sampah. Pengkremasian dan pengelolaan sampah lain yg melibatkan temperatur tinggi biasa disebut "Perlakuan panas". kremasi merubah sampah menjadi panas, gas, uap dan abu.
Pengkremasian dilakukan oleh perorangan atau oleh industri dalam skala besar. Hal ini bisa dilakukan untuk sampah padat, cari maupun gas. Pengkremasian dikenal sebagai cara yang praktis untuk membuang beberapa jenis sampah berbahaya, contohnya sampah medis (sampah biologis). Pengkremasian adalah metode yang kontroversial karena menghasilkan polusi udara.
Pengkremasian biasa dilakukan dinegara seperti jepang dimana tanah begitu terbatas, karena fasilitas ini tidak membutuhkan lahan seluas penimbunan darat.[Sampah menjadi energi (waste-to-energy)|Sampah menjadi energi atau energi dari sampah adalah terminologi untuk menjelaskan sampah yang dibakar dalam tungku dan boiler guna menghasilkan panas/uap/listrik. Pembakaran pada alat kremasi tidaklah selalu sempurna, ada keluhan adanya polusi mikro dari emisi gas yang keluar cerobongnya. Perhatian lebih diarahkan pada zat dioxin yang kemungkinan dihasilkan di dalam pembakaran dan mencemari lingkungan sekitar pembakaran. Dilain pihak, pengkremasian seperti ini dianggap positif karena menghasilkan listrik, contoh di Indonesia adalah rencana PLTSa Gede Bage di sekitar kota Bandung.
Metode Daur-ulang
Proses pengambilan barang yang masih memiliki nilai dari sampah untuk digunakan kembali disebut sebagai daur ulang. Ada beberapa cara daur ulang, pertama adalah mengambil bahan sampahnya untuk diproses lagi atau mengambil kalori dari bahan yang bisa dibakar utnuk membangkitkan listik. Metode metode baru dari daur ulang terus ditemukan dan akan dijelaskan dibawah.
Metode ini adalah aktivitas paling populer dari daur ulang, yaitu mengumpulkan dan menggunakan kembali sampah yang dibuang, contohnya botol bekas pakai yang dikumpulkan kembali untuk digunakan kembali. Pengumpulan bisa dilakukan dari sampah yang sudah dipisahkan dari awal (kotak sampah/kendaraan sampah khusus), atau dari sampah yang sudah tercampur.
Sampah yang biasa dikumpulkan adalah kaleng minum aluminum, kaleng baja makanan/minuman, Botol HDPE dan PET, botol kaca, kertas karton, koran, majalah, dan kardus. Jenis plastik lain seperti (PVC, LDPE, PP, dan PS) juga bisa di daur ulang. Daur ulang dari produk yang komplek seperti komputer atau mobil lebih susah, karena harus bagian bagiannya harus diurai dan dikelompokan menurut jenis bahannya.
Pengolahan biologis
Pengkomposan.
Material sampah organik, seperti zat tanaman, sisa makanan atau kertas, bisa diolah dengan menggunakan proses biologis untuk kompos, atau dikenal dengan istilah pengkomposan. Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagi pupuk dan gas methana yang bisa digunakan untuk membangkitkan listrik.
Contoh dari pengelolaan sampah menggunakan teknik pengkomposan adalah Green Bin Program (program tong hijau) di Toronto, Kanada, dimana sampah organik rumah tangga, seperti sampah dapur dan potongan tanaman dikumpulkan di kantong khusus untuk di komposkan.
Pemulihan energi
Kandungan energi yang terkandung dalam sampah bisa diambil langsung dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak langsung dengan cara mengolahnya menajdi bahan bakar tipe lain. Daur-ulang melalui cara "perlakuan panas" bervariasi mulai dari menggunakannya sebakai bahan bakar memasak atau memanaskan sampai menggunakannya untuk memanaskan boiler untuk menghasilkan uap dan listrik dari turbin-generator. Pirolisa dan gasifikasi adalah dua bentuk perlakukan panas yang berhubungan, dimana sampah dipanaskan pada suhu tinggi dengan keadaan miskin oksigen. Proses ini biasanya dilakukan di wadah tertutup pada Tekanan tinggi. Pirolisa dari sampah padat mengubah sampah menjadi produk berzat padat, gas, dan cair. Produk cair dan gas bisa dibakar untuk menghasilkan energi atau dimurnikan menjadi produk lain. Padatan sisa selanjutnya bisa dimurnikan menjadi produk seperti karbon aktif. Gasifikasi dan Gasifikasi busur plasma yang canggih digunakan untuk mengkonversi material organik langsung menjadi Gas sintetis (campuran antara karbon monoksida dan hidrogen). Gas ini kemudian dibakar untuk menghasilkan listrik dan uap.
Metode penghindaran dan pengurangan
Sebuah metode yang penting dari pengelolaan sampah adalah pencegahan zat sampah terbentuk  atau dikenal juga dengan "pengurangan sampah". Metode pencegahan termasuk penggunaan kembali barang bekas pakai, memperbaiki barang yang rusak, mendesain produk supaya bisa diisi ulang atau bisa digunakan kembali (seperti tas belanja katun menggantikan tas plastik), mengajak konsumen untuk menghindari penggunaan barang sekali pakai (contohnya kertas tissue), dan mendesain produk yang menggunakan bahan yang lebih sedikit untuk fungsi yang sama (contoh, pengurangan bobot kaleng minuman).
Konsep pengelolaan sampah
Terdapat beberapa konsep tentang pengelolaan sampah yang berbeda dalam penggunaannya, antara negara-negara atau daerah. Beberapa yang paling umum, banyak-konsep yang digunakan adalah:


Diagram dari hirarki limbah.
Hirarki Sampah - hirarki limbah merujuk kepada "3 M" mengurangi sampah, menggunakan kembali sampah dan daur ulang, yang mengklasifikasikan strategi pengelolaan sampah sesuai dengan keinginan dari segi minimalisasi sampah. Hirarki limbah yang tetap menjadi dasar dari sebagian besar strategi minimalisasi sampah. Tujuan limbah hirarki adalah untuk mengambil keuntungan maksimum dari produk-produk praktis dan untuk menghasilkan jumlah minimum limbah.
Perpanjangan tanggung jawab penghasil sampah/Extended Producer Responsibility (EPR). (EPR) adalah suatu strategi yang dirancang untuk mempromosikan integrasi semua biaya yang berkaitan dengan produk-produk mereka di seluruh siklus hidup (termasuk akhir-of-pembuangan biaya hidup) ke dalam pasar harga produk. Tanggung jawab produser diperpanjang dimaksudkan untuk menentukan akuntabilitas atas seluruh Lifecycle produk dan kemasan diperkenalkan ke pasar. Ini berarti perusahaan yang manufaktur, impor dan/atau menjual produk diminta untuk bertanggung jawab atas produk mereka berguna setelah kehidupan serta selama manufaktur.
prinsip pengotor membayar prinsip pengotor membayar adalah prinsip di mana pihak pencemar membayar dampak akibatnya ke lingkungan. Sehubungan dengan pengelolaan limbah, ini umumnya merujuk kepada penghasil sampah untuk membayar sesuai dari pembuangan.