Senin, 17 Oktober 2011

HIGIENE KERJA

HIGIENE INDUSTRI

Higiene industri yang diuraikan berikut ini meliputi: suhu , kelembaban, tekanan udara, ventilasi, penerangan, debu, kebisingan, getaran, radiasi, kimia, dan biologi di tempat kerja

1. SUHU RUANG

Suhu ruang tempat kerja hendaknya berada pada suhu nyaman. Untuk orang Indonesia suhu nyaman sekitar 25 0C, sedangkan untuk orang yang biasa hidup di daerah dingin suhu nyaman sekitar dibawah 20 0C. Suhu tubuh pekerja hendaknya dapat dijaga tetap sekitar suhu normal untuk menjaga kapasitas kerja dan efisiensi kerja. Suhu tubuh pekerja normal sekitar 37 0C.. Selama bekerja, tubuh akan menghasilkan sejumlah panas. Panas ini akan dilepaskan ke dalam udara ruang kerja.
Bila suhu udara lingkungan kerja pada suhu nyaman yaitu 25 0C (lebih dingin dari suhu tubuh yang normal), panas yang dihasilkan tubuh sewaktu bekerja dilepas ke udara ruangan kerja, sehingga suhu tubuh dapat dijaga tetap sekitar 37 0C . Terjadi keseimbangan antara panas yang diproduksi dan panas yang dilepaskan oleh tubuh  selama bekerja, sehingga suhu tubuh pekerja selama bekerja tetap pada kondisi suhu tubuh normal Penyebaran panas tubuh ke udara lingkungan kerja dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu dengan cara penguapan (keringat, pernafasan), radiasi, konveksi, dan konduksi.
Bila suhu lingkungan kerja lebih panas (diatas suhu nyaman) misalnya pada lokasi peleburan, pembakaran dll, maka tubuh akan menerima panas dari udara lingkungan kerja, atau panas dari tubuh pekerja sewaktu bekerja sulit dilepas ke udara lingkungan kerja, sehingga suhu tubuh dapat meningkat. Panas yang diterima tubuh dari udara ruang kerja dan panas tubuh yang sulit dilepas ke udara ruang kerja dapat merupakan beban kerja bagi pekerja. Akibatnya suhu badan pekerja akan meningkat, sehingga kapasitas dan efisiensi kerja menjadi menurun.
Apabila suhu ruang kerja terlalu rendah misalnya pada ruang penyimpanan dingin, maka panas tubuh akan dipancarkan ke udara lingkungan kerja lebih banyak dibandingkan bila suhu tempat kerja berada pada kondisi nyaman. Sedangkan tubuh berupaya untuk menjaga suhu badan normal, untuk dapat beraktifitas optimal.Untuk itu tubuh akan memproduksi panas dengan membakar karbohidrat, lemak, protein dalam badan lebih banyak dari biasanya selama pekerja, untuk mempertahan suhu tubuh yang normal. Bila kompensasi tubuh memproduksi panas gagal maka pekerja akan mengalami kedinginan (suhu tubuh lebih rendah dari suhu badan normal) maka kapasitas dan efisiensi kerja akan menurun  
Peralatan untuk mngukur suhu udara ruangan dapat menggunakan thermometer alcohol, dan pencatatan suhu udara ditujukan untuk memperoleh suhu rata2, maksimum,  minimum, dan selisih suhu (amplitudo) di ruang kerja.

2. KELEMBABAN

Kelembaban udara kerja hendaknya berada pada kondisi nyaman (confort zone) yaitu untuk tenaga kerja Indonesia kelembaban yang nyaman sekitar 40 % - 60 %, sedangkan bagi tenaga kerja yang berasal dari negara dingin kelembaban yang nyaman kurang dari 40 %. Kelembaban pada kondisi yang nyaman akan mempermudah penguapan keringat sewaktu bekerja. Penguapan keringat tersebut akan mengambil panas dari tubuh, sehingga suhu tubuh dapat dijaga tetap pada suhu badan normal (37 0C). Terjadi keseimbangan antara panas yang diproduksi dan panas yang dilepaskan oleh tubuh  selama bekerja, sehingga suhu tubuh pekerja selama bekerja tetap pada kondisi suhu tubuh normal.
Bila kelembaban udara ruang melebihi dari kelembaban yang nyaman, maka penguapan keringat sewaktu bekerja akan terhambat, sehingga terjadi perlambatan penglepasan panas tubuh ke udara lingkungan kerja. Pekerja akan merasakan kondisi kerja yang pengap, sehingga mengurangi kapasitas dan efisiensi kerja.
Sebaliknya bila kelembaban terlalu rendah, sehingga penguapan pada saluran nafas dan keringat lebih cepat sehingga saluran nafas menjadi kering, serta kulit cepat kering. Hal ini juga dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas dan efisiensi kerja. Diupayakan agar kelembaban berada pada kondisi nyaman .
Peralatan untuk mengukur kelembaban udara ruang dapat dilakukan dengan peralatan hygrometer, dan hasilnya dapat dibaca langsung dari alat tersebut. Dapat juga dilakukan dengan termometer biasa sebanyak dua buah. Sebuah termometer tersebut pada salah satu ujung dengan gelembung penampungan alkohol, dibungkus dengan verban atau kain tipis yang dibasahi dengan air. Sewaktu pengukuran, termometer yang terbungkus dengan kain basah tersebut di kibas-kibaskan selama beberapa menit untuk memberikan kesempatan air dalam verban/kain basah menguap, dengan mengambil panas dari gelembung termometer, sehingga suhu termometer menjadi lebih rendah, dibandingkan dengan suhu termometer yang tidak terbungkus verban basah. Pembacaan suhu kedua termometer dicatat dan dimasukkan kedalam “hygrometer chart” (grafik) dan kelembaban dapat dibaca dari grafik tersebut. Dicatat kelembaban rata2, kelembaban tertinggi, terendah, dan amplitudo kelembaban ruangan.

3. TEKANAN UDARA

Tekanan udara ditempat kerja juga dapat mempengaruhi kapasitas dan efisiensi kerja. Tekanan udara normal diatas permukaan laut adalah satu atmosfir.
Bila ketinggian lokasi tempat kerja makin tinggi (pegunungan, penerbangan),  tekanan udara makin rendah, sehingga kandungan zat asam (O2) di udara menjadi makin rendah. Hal ini akan dapat mempengaruhi metabolisme pembentukan energi dalam tubuh yaitu pembakaran zat karbohidrat menjadi tenaga. Bila zat asam (O2) berkurang di udara, sedangkan kebutuhan tubuh akan zat asam (O2) sewaktu bekerja meningkat sedangkan kadarnya berkurang di udara pernafasan maka metabolisme pembentukan tenaga (energi) pada tubuh pekerja akan terganggu. Akibatnya selanjutnya adalah mengganggu kapasitas dan efisiensi kerja.
   . Sebaliknya bila tempat kerja makin mendekati permukaan laut tekanan udara menjadi satu atmosfir, dan bila tempat kerja berada dibawah permukaan air laut, tekanan udara ditempat kerja dapat melebihi dari satu atmosfir (penyelam), maka sejumlah gas akan meningkat kelarutannya ke dalam darah. Apabila penurunanan takanan tidak dilakukan secara bertahap maka dapat menimbulkan emboli (terjadi gelembung udara pada darah bila tekanan udara diturunkan secara mendadak) pada darah. Hal ini akan mempercepat terjadinya penurunan derajat kesehatan pekerja. 
Untuk mengukur tekanan udara dipergunakan alat barometer dan tekanan udara dapat langsung dibaca hasil pengukurannya pada alat tersebut. Dicatat hasil pengukuran tekanan udara rata2, maksimum, minimum, dan selisihnya di ruang kerja

4. VENTILASI

Ventilasi adalah terjadinya pertukaran udara di tempat kerja. Ventilasi yang baik bila terjadi pertukaran udara tempat kerja 2 – 3 kali per menit per orang. Untuk menjamin terjadinya  ventilasi udara di tempat kerja, maka tempat kerja hendaknya dilengkapai dengan ventilasi. Ventilasi menurut jenisnya dapat dibagi menjadi ventilasi buatan atau mekanis (AC, exhaus fan, kipas, blower dll)) dan ventilasi alamiah ( jendela, jalusi, kisi dll). Ventilasi alamiah dapat juga dibagi menjadi ventilasi permanen ( lubang angin, jalusi) dan tidak tetap (sementara) seperti pintu ruangan yang bila terbuka dapat berfungsi untuk ventilasi. Pertukaran udara persatuan waktu per orang, ditentukan oleh luas lubang ventilasi, kecepatan aliran udara segar yang masuk ke dalam ruangan kerja, serta jumlah tenaga kerja yang berada dalam ruangan tersebut. Bila ventilasi dalam suatu ruang kerja dibawah standar kebutuhan, maka pekerja dalam ruang kerja tersebut akan mengalami ke pengapan, karena penyejukan suhu badan, pengeringan keringat, dan penyediaan zat asam (O2) dalam ruangan terasa terganggu. Hal ini akan mengakibatkan kapasitas dan efisiensi kerja menurun.
Sebaliknya bila ventilasi ruang kerja cukup baik, sehingga kondisi cukup nyaman maka kapasitas kerja optimal dapat terpelihara, waktu terjadinya kelelahan dapat diperlambat, kapasitas kerja tetap terjaga dengan baik, sehingga efisiensi kerja dapat ditingkatkan.  
Pengukuran ventilasi dengan mengukur kecepatan aliran udara dan luas lubang ventilasi. Aliran udara diukur dengan  menggunakan alat  anemometer (velocity-meter) dengan satuan m/detik dan luas lubang ventilasi diukur dengan mengunakan meteran dengan satuan m2. Jumlah aliran udara persatuan waktu diperoleh dengan mengalikan kedua hasil pengukuran tersebut dengan hasil m3/detik. Maka ventilasi adalah volume ruang dibagi dengan jumlah udara masuk persatuan waktu (menit), hasilnya adalah sekian kali per menit untuk seorang pekerja.yang bekerja diruang tersebut
Untuk mengukur gerak udara di ruang kerja sebagai bagian dari ventilasi dapat digunakan “globe termometer” dibantu dengan table chart untuk memperoleh hasil gerak udara di tempat kerja.
Sebagai contoh : ruangan dengan volume 36 m3 (panjang = 4 m, lebar 3 m, tinggi 3 m), dengan luas lubang ventilasi = 1 m2, dengan jumlah pekerja 2 orang, dan kecepatan angin adalah 2 m/detik. Volume udara yang masuk adalah 1 m2 x 2 m/detik = 2 m3 /detik. Selama semenit jumlah udara yang masuk adalah 2 m3 x 60 detik  = 120 m3 / menit. Terjadi pertukaran udara sebanyak 120 m3  dibagi 36 m3  = 3,5 kali dalam semenit. Jumlah penghuni /pekerja adalah dua orang, sehingga pertukaran udara perorang adalah 1,75 kali per menit. Dengan demikian ventilasi ruang tersebut belum memenuhi persyaratan ventilasi sebanyak 2 kali per orang per menit. 

5. PENCAHAYAAN

Tempat kerja membutuhkan penerangan dengan kuat pencahayaan tertentu agar proses bekerja dapat terjadi sesuai dengan standar operasi yang telah ditentukan. Kuat penerangan di tempat kerja tergantung dari jenis pekerjaan. Untuk pekerjaan yang membutuhkan ketelitian tertentu menghendaki penerangan yang lebih kuat dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang tidak membutuhkan ketelitian. Pencahayaan tempat kerja dapat dilakukan dengan dua jenis pencahayaan yaitu pencahayaan alamiah dan buatan. Kuat pencahayaan buatan ditentukan oleh kuat penerangan sumber cahaya dan jaraknya kebidang baca. Makin besar sumber penerangan, dan makin dekat kebidang baca, pencahayaan manjadi makin baik. Dijaga jangan sampai terjadi kesilauan atau “glare” (pantulan cahaya mengkilap)
Bila penerangan di tempat kerja kurang dari standar yang seharusnya maka pekerja akan mengalami kelelahan lebih cepat pada penglihatannya, karena membutuhkan tanaga extra untuk melihat pekerjaan di bidang kerja, agar tidak terjadi kesalahan atau kecelakaan. Sebaliknya bila terjadi penerangan yang melebihi dari standar yang ditentukan, maka mata akan menambah upaya untuk mengurangi cahaya yang masuk kedalam mata agar tidak silau, sehingga upaya atau beban tersebut merupakan beban tambahan dalam melakukan pekerjaan mata. Dengan demikian mata lebih cepat mengalami kelelahan..   
Perkiraan standar penvahayaan / penerangan untuk beberapa jenis pekerjaan sbb:
Penerangan darurat, tidur,  minimal                   5  lux
Penerangan jalan, halaman                     20 lux
Penerangan pekerjaan kasar                     50 lux
Penerangan pekerjaan halus                    100 lux
Penerangan pekerjaan yang agak teliti            200 lux
Penerangan pekerjaan  dengan ketelitian dan halus        300 lux
Penerangan pekerjaan halus, teliti, lama        500 – 1000 lux
Penerangan pekerjaan halus, kontras, teliti, lama            > 2000 lux
Pengukuran pencahayaan dengan alat luxmeter dan kuat pencahayaan dicatat dengan satuan lux.

6. DEBU

Udara secara normal mengandung sejumlah debu dengan konsentrasi yang masih diperbolehkan. Demikian juga di udara tempat kerja akan selalu terdapat sejumlah konsentrasi debu.

Sebagai contoh standar konsentrasi debu ruang kerja sbb:
Kadar partikel rata-rata geometric setahun  5 ug/m3 udara
    Kadar partikel 24 jam maksimum 10 ug/m3 udara

    Sulfur dioksida rata-rata geometric setahun 2 ug/m3 udara
    Sulfur dioksida 24 jam maksimum 5 ug/m3 udara               
    Sulfur dioksida 3 hari maksimum 25 ug/m3 udara

    Nox rata-rata geometric setahun 2,5 ug/m3 udara
Bila kadar debu di udara tempat kerja melebihi dari standar yang telah ditentukan, maka pekerja akan mengalami ketidak nyamanan dalam proses pernafasan. Lebih-lebih lagi bila debu tersebut mengandung sejumlah bahan kimia yang juga dapat mengganggu atau mengiritasi saluran pernafasan. Penyakit adanya penimbunan debu dalam paru disebut dengan penyakit pneumoconiosis, seperti silicosis (debu silica), anthracosis (debu anthrax), asbestosis (debu asbes), byssinosis (debu kapas), berryliosis (debu berrilium), stanosis (debu timah), siderosis (debu besi), talkosis (debu talk)
Bila udara di tempat kerja cukup bersih dengan kata lain kadar debunya jauh dibawah ambang batas, udara yang dihirup pekerja akan jauh lebih nyaman dan lebih mengefisienkan proses dan kapasitas kerja.
Alat untukmengukur konsentrasi debu udara ruang kerja dapat digunakan “high volume dust sampler”, sedangkan untuk mengukur jumlah debu yang dihirup pekerja dapat digunakan “personnal dust sampler”

7. BISING

Bising adalah bunyi yang tidak disenangi. Bunyi adalah bergetarnya suatu benda atau energi yang dirambatkan sampai ke telinga . Pendengaran manusia normal dapat mendengar bunyi dengan frekwensi antara 16 – 20.000 Hz. Intensitas bising (dB) adalah jumlah energi yang dipancarkan . Kekerasan suara atau bunyi adalah perkalian anrata frekwensi dan intensitas.
Jenis bising:
Bising kontiniu dengan frekwensi luas: mesin, kipas angin, AC
Bising kontiniu dengan frekwensi sempit: gergaji, katup gas
Bising terputus (intermittent) lalu-lintas, kapal udara, kereta api
Bising impulsive : pukulan palu, pemasangan tiang pancang, tembakan
Bising impulsive berulang : mesin tempa

Tempat kerja yang bising, dapat menggagu pekerja dari segi fisiologis, psychologis, dan pisik pendengaran, yang berarti pula akan dapat mengganggu kapasitas dan efisiensi kerja.
Gangguan fisiologi dapat berupa gangguan berbicara atau komunikasi, gangguan konsentrasi, proses berpikir,meningkatnya kesalahan, dan kecelakaan. Karena bising, untuk berkomunikasi yang lebih jelas pembicara akan mengeluarkan tenaga ekstra untuk menghasilkan suara atau bunyi yang memadai untuk komunikasi. Pengeluaran tenaga ekstra ini merupakan beban tambahan dari pekerjaan, sehingga dapat mendatangkan kelelahan lebih cepat.
Gangguan psychologis berupa rasa gelisah, bosan, malas bila berada pada tempat yang bising
Gangguan pisik pendengaran (tuli) dapat berupa pecahnya gendang telinga, rusaknya tulang pendengaran, sehingga terjadi ketulian pendengaran
Gangguan pisik pendengaran (tuli) sementara yang terjadi karena kelelahan karena menerima  beban bising tidak cukup teratasi sewaktu istirahat dari bekerja. Setelah selesai istirahat dari pajanan bising kelelahan alat pendengaran masih ada, sehingga belum siap untuk menerima suara kembali secara sehat.
Gangguan pendengaran (tuli) permanent terjadi bila ketulian sementara berlasung terus dalam kuruwaktu yang lama, sehingga alat pendengaran mengalami kerusakan pada saraf  dan tidak dapat menyalurkan dan mengartikan suara atau bunyi.
Bila tingkat kebisingan di tempat kerja, jauh dibawah ambang batas yang ditentukan, maka pekerja dapat bekerja dengan tenang, mudah berkonsentrasi, berfikir lebih jernih tanpa diganggu oleh pengeluaran tanaga ekstra untuk mengatasi kebisingan.
    Untuk mengukur kebisingan dipergunakan sound-levelmeter, noise-loging dosimeter, dan dicatat hasil pengukuran kebisingan dengan unit dBA, (decibel A).

8. GETARAN

Getaran dan bising sering terjadi secara bersamaan. Getaran peralatan kerja diterima oleh tubuh. Getaran ini dapat mempengaruhi metabolisme jaringan dan sel tubuh, serta mempengaruhi fisiologi sel saraf tubuh
Gangguan dapat berupa ganguan kenikmatan kerja, mempercepat terjadinya kelelahan, gangguan kesehatan (distropia sel saraf atau otot.), resonansi bagian tubuh berongga, gangguan mata, gangguan denyut nadi, tekanan darah, ketegangan dan kelelahan otot, gangguan keseimbangan, gangguan sendi dan tulang..
Ambang batas getaran ditentukan oleh frekwensi getaran (Hz) dan percepatan getaran (m/dtk) serta waktu pajanan. Misalnya percepatan 1 – 2,5 m/dtk pada frekwensi 2,5 – 10 Hz dengan waktu pajanan 1 – 20 menit. Alat untuk mengukur gataran dengan vibratommeter dan dicatat unit getaran yang dihasilkan atau diterima pekerja.

9. RADIASI

Radiasi ditempat kerja meliputi radiasi bukan radioaktif dan radio aktif. Radiasi yang radio aktif meliputi sinar matahari, panas, ultra-violet, infra merah, dan gelombang elektromagnetik (telekomunikasi). Radiasi radio-aktif meliputi radiasi dari bahan radio-aktif seperti sinar alpha, betha, dan gelombang gamma. Gangguan kesehatan dari radiasi ini dapat berupa gangguan kulit, kanker kulit, gangguan darah dll. 
Baku mutu radiasi tergantung dari jenis radiasi atau sinar tsb. Peralatan untuk mengukur penyinaran oleh matahari digunakan solarimeter, dan dicatat kuat penyinaran dengan dyne/cm2 . Sedangkan untuk mengukur atau mendeteksi radiasi radioaktif dipergunakan alat “Geiger muller counter”
 
10. KIMIA / BAU

Adanya bau di tempat kerja dapat terjadi karena adanya bahan kimia dalam bentuk uap. Bau udara terjadi karena mengandung beberapa jenis uap yang dapat terjadi karena penguapan atau pembakaran yang tidak sempurna. Pembakaran secara sempurna pada suhu yang optimal untuk suatu zat tidak akan menghasilkan bau. Bau udara ada yang disenangi (bau wangi, enak, aroma sejuk,dll) ada juga bau udara yang tidak disenangi seperti bau busuk, apek, tengik, asam, amis, menyengat dll). Indera penciuman memiliki kepekaan tertentu terhadap bau. Mula-mula cukup sensitive terhadap bau tertentu, tapi lama kelamaan menjadi kebal terhadap bau tersebut. Dampak kebauan terhadap pekerja adalah gangguan psychologis, tidak nyaman, tidak enak, ingin menghindar, menutup hidung, batuk, bersin, menahan nafas, sakit kepala dll
Pengukuran kebauan masih menggunakan organoleptik (alat penciuman) dengan segala kelemahannya. Bila dicurigai bau tersebut adalah kandungan dari uap atau gas tertentu (H2S, NH3 dll) maka pengukuran konsentrasi zat tersebut dapat menentukan apakah bau tersebut sudah mengganggu atau belum. Bila konsentrasinya sudah melampaui baku mutu kebauan maka zat tersebut sudah dapat memberikan gangguan psychologis kepada pekerja.

11. BAKTERI

Adanya bakteri dilingkungan kerja dapat mendatangkan gangguan kesehatan atau penyakit bagi para pekerja seperti anthracosisi, brucellosis, campylobacteriosis, chlamydia, cytomegalovirusis, erysipelothrix infection, giardiasis, histoplasmosis dan occidioidomycosis, legionellosis dan pontiac fever, leptospirosis, listeriosis, Q-fever, shigellosis, sporotrichosis. Bila di tempat kerja terdapat jenis agent penyakit seperti ini maka tenaga kerja berada dalam keadaaan resiko tinggi untuk terkena penyakit tersebut diatas. Upayakan udara dan lingkungan industri terbebas dari agent biologi tersebut. Untuk mengukur keberadaan bakteri pathogen di udara ruang kerja dapat dilakukan pengukuran jumlah bakteri dengan menggunakan plate agar ditaruh sejumlah tertentu di ruangan kerja selamam 30 menit. Selanjutnya dieram pada suhu pengeraman (37 – 440C) selamam dua hari. Kemudian dibaca jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada tiap plate-agar dan dirata-ratakan. Hasilnya adalah rata-rata jumlah bakteri per plate agar. Dapat juga udara disaring dengan kertas saring, kemudian ditanam dalam plate agar, dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh pada palte agar.

B. LINGKUNGAN KERJA / INDUSTRI

Lingkungan  kerja yang dimaksud disini adalah lingkungan masyarakat disekitar atau diluar  tempat kerja atau industri. Hal tersebut meliputi gangguan kesehatan masyarakat karena pelayanan penyehatan lingkungan yang mungkin terganggu atau tercemar karena keberadaan atau beroperasinya industri tersebut.. Penyehatan lingkungan tersebut meliputi uraian berikut :

1. PENCEMARAN UDARA
    Dengan beroperasinya industri dalam suatu kawasan, maka besar kemungkinan udara disekitar industri tersebut akan terkotori atau tercemar oleh buangan udara industri. Hal ini akan dapat mengganggu tingkat kesehatan masyarakat yang merukim disekitar industri tersbut. Misalnya kejadian penyalkit saluran nafas (ISPA), alergi, sesak, penyakit kulit dan selaput lendir, yang dapat meningkat di masyarakat yang tinggal disekitar industri karena kualitas udara disekitar industri bertambah buruk karena buangan udara kotor  industri atau pencemaran udara dari industri.

2. PENYEDIAAN AIR
    Penyediaan air bersih masyarakat disekitar industri dapat terganggu penyediaannya baik dari segi jumlah (kwantitas) ataupun dari segi kualitasnya, karena kegiatan industri. Misalnya pencemaran air minum masyarakat karena tercemar oleh buangan limbah cair, sampah padat, atau oleh pencemaran udara dari kegiatan  industri. Hal ini dapat menurunkan tingkat kesehatan masyarakat disekitar industri tersebut misalnya meningkatnya kejadian penyakit diare, gangguan pencernaan, penyakit kulit di masyarakat sekitar lingkungan industri.

3. PEMBUANGAN AIR LIMBAH
Pembuangan limbah cair industri dapat mencemari lingkungan masyarakat disekitar industri (pencemaran air, kontaminasi makanan dan tanah). Hal ini dapat mendatangkan gangguan kesehatan bagi masyarakat yang bermukim dilingkungan disekitar industri. Misalnya penyakit saluran pencernaan, disre, penyakit kulit, penyakit melalaui rantai makanan (minamata, dan itai-itai).

4. PENGELOLAAN SAMPAH
Pembuangan sampah industri yang kurang memadai dapat mengganggu lingkungan pemukiman masyarakat disekitar industri atau tempat kerja. Sampah yang dihasilkan oleh industri sering mengandung bahan berbahaya beracun. Bila tidak ditangani atau dikelola dengan baik, maka pengelolaan sampah industri ini dapat mendatangkan gangguan kesehatan masyarakat yang bermukim disekitar lingkungan industri. Misalnya penyakit yang ditularkan melalui serangga (nyamuk, lalat) dan binatang pengerat (tikus, curut) seperti penyakit DemamBerdarah, penyakit saluran pencernaan, kontaminasi makanan, pencemaran tanah dan udara dengan gangguan saluran pernafasan dan ISPA.

5. PENGAWASAN SERANGGA
Kepadatan dan program pengawasan serangga di lingkungan masyarakat yang bermukim di sekitar industri dapat terganggu karena kegiatan industri. Kepadatan serangga disekitar lingkungan industri dapat meningkat karena program pengawasannya tidak dapat dilaksanakan karena beroperasinya industri. Kepadatan serangga dan binatang pengerat ini dapat menurunkan tingkat kesehatan  masyarakat terkait dengan penyakit yang berhubungan dengan atau yang ditularkan oleh serangga dan binatang pengerat seperti penyakit, demam berdarah, diare, penyakit filariasis, malaria dsb,

6. PENYEHATAN MAKANAN
Penyehatan makanan di lingkungan masyarakat yang bermukim diserkitar lingkungan industri dapat terganggu dengan beroperasinya industri. Kebersihan makanan di lingkungan masayarakat di sekitar industri bertambah buruk, tingkat kontaminasi makanan  meningkat, hal ini dapat mendtangkan gangguan kesehatan pada masyarakat disekitar lingkungan industri berupa gangguan pencernaan, diare, ataupun keracunan makanan.

7. PENCEMARAN TANAH
Pembuangan gas dan partikel keudara (pencemaran udara), pembuangan limbah cair, pembuangan limbah padat bila tidak terkelola dengan baik dapat mencemarkan tanah disekitar lokasi industri
BAB V

STUDY KASUS


KASUS HIGIENE INDUSTRI

    Hasil pengukuran tingkat kebisingan suatu tempat kerja ternyata melebihi baku mutu bising di tempat kerja (> 85 dBA).

Studi kasus :

1.Diskusikan upaya apa yang akan dilaksanakan untuk menurunkan tigkat kebisingan di tempat kerja tersebut.  

2. Diskusikan upaya yang akan dilaksanakan untuk mnurunkan pajanan bising terhadap karyawan

Hal yang sama untuk parameter suhu , kelembaban, tekanan udara, ventilasi, penerangan, debu, kebisingan, getaran, radiasi, kimia, dan biologi di tempat kerja

KASUS LINGKUNGAN KERJA

Terjadi pencemaran udara di lingkungan permukiman penduduk yang berdomisili di sekitar kawasan industri.
1. Diskusikan upaya yang dilaksanakan oleh pemerintah setempat terhadap kondisi ini.
2. Upaya yang ditujukan bagi industri yang mencemari udara lingkungan kerja,
3. Upaya yang perlu dilaksanakan dilingkungan permukiman masyarakat
untuk mengurangi pencemaran sampai batas baku mutu yang diperbolehkan.

Diskusikan hal yang sama untuk kondisi gangguan penyediaan air bersih/minum,  pembuangan air limbah dan tinja, pengelolaan sampah, pengawasan serangga, penyehatan makanan dan minuman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar