Minggu, 12 Februari 2012

Mengatasi ketergantungan terhadap rokok

Hampir semua orang tahu bahwa merokok memiliki implikasi yang buruk terhadap kesehatan. Tembakau menjadi penyebab kematian terbesar kedua di dunia. Ironisnya, menurut  data WHO 2002, Indonesia menjadi negara dengan jumlah perokok terbesar di Asia sekitar 69% pria, kemudian disusul China (53,4%), Thailand (39,3%) dan India (29,4%). Bagi mereka yang sudah terlanjur memiliki kebiasaan merokok, memang sangat sulit untuk menghentikan kebiasaan ini. Kesulitan membuang kebiasaan ini berhubungan dengan munculnya gejala withdrawal sindrom akibat kekurangan nikotin, karena itulah lebih tepat jika dikatakan bahwa merokok bukanlah suatu kebiasaan tapi sebuah bentuk ketergantungan terhadap nikotin. Rokok mengandung sekitar 500 komponen gas, ribuan komponen partikel, mengandung tar yang memiliki sifat karsinogen, dan beberapa alkaloid seperti nikotin, nor nikotin, anatabine, dan anabarasin. Nikotin inilah yang menyebabkan efek ketergantungan.
Bagaimana mengatasi ketergantungan merokok ini, menjadi pembahasan yang menarik dalam acara joint simposium MECARSU 1 dan SDU XVII yang diselenggarakan di Hotel Sheraton, Surabaya, pada 16-18 November 2007 lalu. Prof. DR. Dr. Askandar Tjokroprawiro, Sp. PD-KEMD, salah satu pembicara dalam acara tersebut, menggambarkan secara jelas bagaimana rokok bisa menimbulkan ketergantungan pada seseorang. Nikotin yang diserap oleh paru melalui kegiatan merokok, secara cepat akan diabsorbsi oleh otak (dalan waktu 10-19 detik) dan berikatan dengan receptor α4β2 asetilkolin nikotinik di ventral tegmental Area. Ikatan ini akan merangsang release dopamin pada nukleus accumben sehingga menimbulkan perasaan nyaman, release norepinefrin menyebabkan supresi nafsu makan, release asetilkolin meningkatkan kemampuan kognitif dan konsentrasi, release vasopresin akan meningkatkan daya ingat, release serotonin akan memodulasi mood, dan release β endorfin yang mengurangi kecemasan. Karena itulah para perokok itu akan merasa lebih baik, nyaman, dan senang ketika mereka merokok. Sehingga ketika mereka berencana untuk berhenti merokok, maka mereka tidak akan lagi mendapatkan kenyamanan seperti yang mereka dapatkan ketika sedang merokok dan gejala withdrawal syndrome seperti mood yang depresi, mudah marah, gelisah, frustasi, sulit konsentrasi, peningkatan nafsu makan, denyut jantung menurun dan insomnia akan segera terjadi serta mendorong para perokok itu untuk merokok lagi supaya mendapatkan efek rasa nyaman yang sama, akibatnya terjadilah lingkaran setan yang sulit untuk dihentikan.
Mengingat efek buruk merokok, sudah semestinya seseorang berjuang untuk melepaskan diri dari rokok. Ada banyak sekali manfaat yang bisa didapatkan oleh seseorang yang mau segera berhenti merokok sebelum terlambat, diantaranya adalah dalam 2-3 bulan setelah bebas rokok, maka fungsi paru dan sistem sirkulasi darah akan mulai membaik, dan resiko serangan jantung akan menurun. Dalam 1 tahun setelah bebas rokok, resiko terjadinya CHD (Chronic Heart Disease) akan berkurang separo dari para perokok. Setelah 5 tahun berhenti merokok, resiko terjadinya stroke akan kembali pada level bukan perokok. Setelah 10 tahun tidak merokok, kematian akibat kanker paru akan berkurang separo dari para perokok, dan setelah 15 tahun bebas rokok, resiko terjadinya CHD akan menyamai golongan bukan perokok.
Tapi untuk berhenti merokok kadang tidak cukup hanya dengan niat yang tulus dari diri sendiri, dan dukungan dari lingkungan sekitar, tapi juga diperlukan bantuan dokter untuk memberikan terapi medikamentosa. Saat ini sudah dikenal suatu obat golongan selektif parsial agonis receptor α4β2 asetilkolin nikotinik (varenicline) untuk mengatasi ketergantungan seseorang terhadap rokok tanpa menimbulkan efek withdrawal syndrome yang hebat yang sering menjadi penyebab gagalnya terapi. Obat ini sudah disahkan penggunaannya oleh FDA sejak bulan mei 2006 dan sudah diijinkan beredar di Indonesia. Cara kerja varenicline adalah dengan menempati reseptor α4β2 asetilkolin nikotinik (selektif) sehingga nikotin tidak bisa berikatan dengan reseptornya. Sedangkan efek varenicline sendiri setelah berikatan dengan reseptor tersebut hampir sama dengan efek nikotin hanya saja dopamin yang dikeluarkan oleh nukleus accumben akibat rangsangan varenicline relatif lebih sedikit dibandingkan dengan dopamin yang dapat dirangsang oleh nikotin. Karena hanya menghasilkan dopamin yang jumlahnya lebih sedikit (parsial) maka pelan-pelan seorang perokok akan beradaptasi dan dapat meninggalkan ketergantungannya terhadap rokok tanpa mengalami sindroma withdrawal atau kalaupun ada hanya minimal dan masih dapat ditolelir oleh pasien.
Varenicline ini memiliki waktu paruh selama 24 jam, dengan konsentrasi maksimal dalam darah dicapai dalam 3-4 jam. Konsentrasi varenicline akan stabil setelah diminum secara teratur selama 4 hari. Bioavailabilitasnya tidak dipengaruhi oleh makanan sehingga bisa diminum sebelum atau sesudah makan. Varenicline ini merupakan zat aktif yang langsung bekerja pada target, sehingga tidak perlu khawatir dengan adanya hambatan oleh enzim sitokrom P450 di hepar dan itu juga berarti bahwa obat ini tidak bereaksi dengan obat lain. 92% obat akan diekskresi secara utuh atau tanpa perubahan struktur kimia karena tidak dimetabolisme di hepar sehingga kita tidak perlu melakukan penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan fungsi hepar tapi jika terdapat ganguan fungsi ginjal yang sedang sampai berat, harus dilakukan penyesuaian dosis. Varenicline ini aman dikonsumsi oleh pasien tua asalkan fungsi ginjalnya baik.
Terapi varenicline diindikasikan untuk para perokok dewasa dengan fungsi ginjal yang baik serta menginginkan keberhasilan terapi tanpa harus merasa terlalu tersiksa. Meskipun demikian terapi dengan menggunakan medikamentosa ini tetap memerlukan niat yang kuat dari si pasien dan dukungan dari semua pihak terutama keluarga dan orang terdekat. Waktu yang diperlukan untuk melakukan terapi dengan varenicline ini sekitar 12 minggu dimulai sejak 1-2 minggu sebelum pasien berencana benar-benar meninggalkan rokoknya. Hari 1-3 minum varenicline 0,5 mg sekali sehari, hari 4-7 varenicline 0,5 mg dua kali sehari, sambil pasien berusaha untuk mengurangi kegiatan merokoknya sampai bebar-benar berhenti pada hari ke- 7 atau maksimal sampai hari ke- 14, hari ke-8 sampai akhir terapi minum varenicline 1 mg dua kali sehari. Setelah 12 minggu, pasien bisa mencoba berhenti minum obat dan berusaha hidup bersih tanpa rokok. Tapi jika masih belum bisa lepas obat, varenicline 1 mg dua kali sehari aman dikonsumsi sampai satu tahun. Jika pasien mengalami efek samping selama terapi seperti mual, insomnia, mimpi yang abnormal, sakit kepala, konstipasi, mulut kering, pusing, dan flatulensi, apabila masih dapat ditoleransi sebaiknya terapi diteruskan sesuai jadwal dan dosis yang sudah ditentukan, tetapi bila efek samping tersebut kurang bisa ditoleransi oleh pasien, dosis varenicline bisa diturunkan separonya dan ditingkatkan secara bertahap.
Selain dengan menggunakan varenicline, mengatasi ketergantungan terhadap rokok juga bisa menggunakan Nikotine Replacement Therapy (long acting: Patch; short acting: Gum, inhaler, Nasal spray, dan tablet sublingual), atau dengan golongan anti depresan (Bupropion SR).
Dengan ditemukannya terapi medikamentosa ini, berharap agar para perokok bisa segera terlepas dari belenggu ketergantungan terhadap rokok dan segera dapat menikmati hidup tanpa asap rokok. 
sumber :Farmacia artikel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar