Minggu, 29 Juli 2012

Konsep Kesehatan Reproduksi




 I.             DEFINISI KESEHATAN     REPRODUKSI
 Menurut who (1992) kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental, sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi , fungsi serta prosesnya. Dengan demikian kesehatan reproduksi dapat dapat diartikan pula bahwa sebagai suatu keadaan diman manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalani fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman termaksut mendapat keturunan sehat.
Ruang lingkup kesehatan reproduksi sebenarnya sangat luas, sesuai dengan definisi yan tertera diatas, kerena mencakup keseluruhan kehidupan manusia sejak lahir hinga mati. Dalam uraian tentang ruang lingkup kesehatan reproduksi yang lebih rinci digunakan pendekatan siklus hidup ( life-cycle approach ), sehingga diperoleh komponen pelayanan yang nyata dan dapat dilaksanakan.
Untuk kepentingan indonesia saat ini , secara nasional telah disepakati ada empat komponen prioritas kesehatan reproduksi yaitu :
·         Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
Pelayanan yang mencakup empat komponen prioritas siatas disebut Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE). Jika PKRE ditambah dengan pelayanan kesehatan reproduksi bagi usia lanjut , maka pelayanan yang diberikan disebut Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK).
Kerena terdiri dari beberapa komponen, maka pelayanan kesehatan reproduksi diupayakan agar dapat diberikan secara terpadu, berkualitas, dan memprihatinkan hak reproduksi perorangan. Ini berarti bahwa kegiatan operasional program kesehatan reproduksi bertumpu pada program  pelayanan yang sudah tersedia, yang dilaksanakan berdasarkan kepentingan dan kebutuhan sasaran pelayanan/konsumen ( sesuai dengan siklus hidup). Dengan demikian pelayanan kesehatan reproduksi bukanlah suatu pelayanan yang baru maupun berdiri sendiri, tetapi merupakan kombinasi berbagai  pelayanan , agar sasaran memperoleh semua pelayanan secara terpadu dan berkualitas , termaksut dalam aspek komunikasi, informasi dan edukasi ( KIE).

II.  RUANG LINGKUP KESEHATAN REPRODUKSI DALAM SIKLUS KEHIDUPAN

Pendekatan yang dilakukan atau diterapkan dalam menguraikan ruang lingkup kesehatan reproduksi adalah pendekatan siklus hidup, yang berarti memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan sistem reproduksi  pada setiap fase kehidupan, serta kesinambungan antar fase kehidupan tersebut. Dengan demikian, masalah kesehatan reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat diperkirakan, yang bila tak ditangani dengan baik maka hal ini dapat berakibat buruk pada masa kehidupan selanjutnya.
            Dalam pendekatan kehidupan ini dikenal lima tahap kehidupan, yaitu :
1.       Konsepsi
2.      Bayi dan anak
3.      Remaja
4.      Usia subur
5.      Usia lanjut
Berikut digambarkan pendekatan siklus hidup kesehatan reproduksi, untuk laki-laki dan perempuan dengan memperhatikan hak reproduksi perorangan.perempuan mempunyai kebutuhan khusus dibandingkan dengan laki-laki karena kodratnya untuk haid, hamil, melahirkan,  menyusui dan mengalami menopause, sehingga memerlukan pemeliharaan kesehatanyang lebih intensif selam kehidupannya. Ini berarti bahwa masa-masa kritis, seperti pada saat kehamilan, terutama sekitar persalinan , diperlukan perhatian khusus terhadap perempuan
 

III.         HAK-HAK REPRODUKSI

          Hak reproduksi perorangan dapat diartikan bahwa “setiap orang , baik laki-laki maupun perempuan ( tanpa memandang perbedaan kelas sosial, suku, agama, dll ), mempunyai hak yang sama untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab             ( kepada diri, keluarga, dan masyarakat) mengenai jumlah anak, jarak antar anak, serta untuk menentukan waktu kelahiran anak dan dimana akan melahirkan”. Hak reproduksi ini didasarkan pada pengakuan akan hak-hak asasi manusia yang diakui dunia internasional.
          Hak reproduksi dapat dijabarkan secara praktis antara lain sebagai berikut :
1.       Setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan kesehatan reproduksi yang terbaik. Ini berarti penyediaan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas dengan memperhatikan kebutuhanklien, sehingga menjamin keamanan dan keselamatan klien.
2.      Perempuan dan laki-laki, sebagai pasangan atau sebagai individu, berhak mendapat informasi lengkap tentang seksualitas, kesehatan reproduksi, dan manfaat serta efek samping obat-obatan, alat dan tindakan medis yang digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi.
3.      Adanya hak untuk memperoleh pelayanan KB yang aman, efektif, terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, tanpa paksaan, dan tak melawan hukum.
4.      Perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya, yang memungkinkannya sehat dan selamat dalam menjalani kehamilan dan persalinan, serta memperoleh bayi yang sehat.
5.      Hubungan suami istri yang didasari penghargaan terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan dalam situasi dan kondisi yang diinginkan bersama, tanpa unsur paksaan, ancaman, dan kekerasan.
6.      Para remaja, laki-laki maupun perempuan, berhak memperoleh informasi yang tepat dan benar tentang kesehatan reproduksi remaja, sehingga dapat berprilaku sehat dan menjalani kehidupan seksual yang bertanggung jawab.
7.      Laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi yang mudah diperoleh, lengkap, dan akurat mengenai penyakit menular seksual, termaksur HIV/AIDS. Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan hak reproduksi ini akan digambarkan dalam derajat kesehatan reproduksi masyarakat. Untuk Indonesia saat ini, derajat kesehatan reproduksi masih rendah antara lain ditunjukkan oleh angka kematian ibu  ( AKI ) yang masih tinggi, banyakknya ibu hamil yang mempunyai “4 terlalu” ( terlalu muda, terlalu sering, terlalu tua, teralu banyak anak), atau banyak yang mempunyai masalah kesehatan dan kurang energi kronis sehingga memperburuk kesehatan reroduksi masyarakat. Selain itu perempuan juga kurang terlindungi terhadap penularan penyakit menular seksual ( PMS ), sementara laki-laki kurang paham terhadap upaya pencegahan dan penularannya, yang dapat berakibat buruk terhadap kesehatan reproduksi laki=laki dan perempua, serta kesehatan keturunannya.
Sedangkan menurut IPPF tentang hak reproduksi dan seksual terdiri dari :
1.     Hak untuk hidup
2.    Hak mendapatkan kebebasan dan keamanan
3.    Hak atas kesetaraan , dan keterbatasan dari segala bentuk diskriminasi
4.    Hak privasi
5.    Hak kebebasan berfikir
6.    Hak atas informasi dan edukasi
7.    Hak memilih untuk menikah atau tidak serta untuk membentuk  dan merencanakan sebuah keluarga
8.    Hak untuk memutuskan apakah ingin dan kapan punya anak
9.    Hak atas pelayanan dan proteksi kesehatan
10.        Hak untuk menikmati kemajuan ilmu pengetahuan
11.   Hak atas kebebasan berserikat dan berpartisipasi dalam era politik
12.Hak untuk terbebas dari kesakitan dan kesalahan pengobatan.
            Ada beberapa hal yang dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan reproduksi perorangan antara lain :
1.       Kemiskinan
Diperkirakan sekitar 40 % penduduk Indonesia masih berada dibawah garis kemiskinan sejak terjadinya krisis ekonomi yang berkepanjangan. Hal ini menghambat akses terhadap pelayanan kesehatan yang pada akhirnya dapat berakibat kesaitan, kecacatan, dan kematian.

2.      Kedudukan perempuan dalam keluarga dan masyarakat
Kedudukan perempuan dalan keluarga dan masyarakat ditentukan oleh banyak hal, misalnya keadaan sosial ekonomi, budaya, dan nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat dimana mereka menetap. Dewasa inimasih banyak ditemukan perlakuan diskriminatif terhadap perempuan, antara lain :
·         Perempuan dinomor duakan dalam segala aspek kehidupan, misalnya dalam pemberian makanan sehari-hari, kesempatan memperoleh pendidikan, kerja dan kedudukan.
·         Perempuan seringkali terpaksa menikah pada usia muda, karena tekanan ekonomi atau orang tua mendorong untuk cepat menikah agar terlepas dari beban ekonomi.
·         Keterbatasan perempuan dalan mengambil keputusan untuk kepentingan dirinya, misalnya dalam berKB, dalam memilih bidan sebagai penolong persalinan, atau dalam mendapat pertolongan segera dirumah sakit ketika diperlukan, disamping kurangnya kesempatan mengendalikan penghasilan keluarga
·         Tingkat pendidikan perempuan yang belum merata dan masih rendah menebabkan informasi yang diterima mengenai kesehatan reproduksi sangat terbatas. Seperti diketahui tingkat pendidikan yang meningkat dapat meningkatkan rasa percaya diri, wawasan dan kemampuan untuk mengambil keputusan yang baik bagi diri dan keluarga, termaksut yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi
3.      Akses kefasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan reproduksi belum memadai, antara lain karena :
·         Jarak kefasilitas kesehatan cukup jauh dan sulit dicapai
·         Kurangnya informasi tentang kemampuan fasilitas kesehatan
·         Keterbatasan biaya
·         Tradisi yang menghambat pemanfaatan tenaga dan fasilitas kesehatan
4.      Kualitas pelayanan kesehatan reproduksi yang kurang memadai, antara lain, karena :
·         Pelayanan kesehatan yang kurang memperhatikan kebutuhan klien
·         Kemampuan fasilitas kesehatan yang kurang memadai
            Agar kesehatan dan hak reproduksi semua individu dapat dipenuhi dengan baik, maka faktor-faktor penghambat diatas perlu diatasi.
            Dalam perkembangan tentang kesehatan reproduksi, seringkali ditemukan keterkaitan dengan isu gender dan kesehatan perempuan. Hal ini tak terhindarkan, karena perempuan mempunyai kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi yang khusus, sehubungan dengan kodratnya sebagai perempuan. Perempuan sering ditempatkan dalam posisi yang terpinggirkan, dalam posisi yang didominasi laki-laki dan tidak memperoleh haknya untuk mencapai derajat kesehatan tertinggi yang mungkin dicapainya. Keadaan ini sangat merugikan kesehatan perempuan, janin yang dikandungnya ( bila sedang hamil ), begitu juga keluarga dan masyarakat. Dengan adanya sifat kodrati yang khas dalam diri perempuan yaitu hamil, malahirkan, dan menyusui, ( yang tidak dimilki oleh kaum laki-laki ) menyebabkan derajat kesehatan reproduksi masyarakat sangat ditentukan oleh keadaa perempuan. Oleh karena itu perempuan merupakan kelompok rawan dalam kesehatan reproduksi sehingga perlu mendapat perhatian khusus.
            Perhatian khusus terhadap perempuan inilah yang menyebabkan karakteristik erat antara masalah kesehatan reproduksi dan isu kesehatan perempuan dan isu gender terutama yang menyangkut aspek kesetaraan dan keadilan gender.