Manusia biasa hidup di permukaan bumi dengan
tekanan udara 1 Atmosphir. Seperti kita ketahui bersama pada transportasi
penerbangan kondisi lingkungan dalam kabin jauh berbeda, yang dapat menyebabkan
terjadi perubahan-perubahan fisiologis pada manusia. Kadang keluhan yang timbul
dianggap suatu penyakit, sesungguhnya hal tersebut akibat dari perubahan
tekanan udara dalam lingkungan penerbangan yang bersifat hiperbarik, hipotermi,
dan hipohumidity. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan gangguan fisiologi tubuh
manusia, sehingga bagi yang sudah menderita sakit tertentu akan memperberat
penyakitnya bahkan dapat mengakibatkan kematian. Para penumpang yang memerlukan
perhatian khusu antara lain ibu hamil, bayi dan usia lanjut.
Tujuan
Tercegahnya masalah kesehatan penerbangan dan
terlaksananya penatalaksanaan kesehatan penerbangan pada jemaah haji.
Uraian Materi
Pengaruh lingkungan penerbangan terhadap faal
tubuh
1.
Atmosfir: adalah
lapisan udara yang mengelilingi bumi, disebut juga payung atau selimut bumi
yang terdiri dari campuran gas-gas, cairan, dan benda padat serta terbentang
mulai dari permukaan bumi sampai ketinggian 700 km (400 mil), sedangkan lapisan
diatasnya adalah ruang angkasa yang terbentang diatas 700 km. Unsur-unsur gas
yang dominan meliputi gas nitrogen (N2) sebesar 78,08%, Oksigen (02) sebesar
20,95%, C02 sebesar 0,03%, sedangkan sisanya yang 0,001% merupakan gas krypton,
xenon, neon, helium, argon, hydrogen, dan radon. Secara fisik atmosfir
mempunyai lapisan, antara lain:
a.
Troposfer: lapisan paling bawah
dan paling tipis yang terbentang pada ketinggian 0 -
12 km yang mempunyai sifat berubah-ubah, terdapat uap air dan hujan, kelembaban
berbeda-beda, suhu turun secara teratur dengan bertambahnya ketinggian, arah
dan kecepatan angin berubah-ubah. Karena itu sifatnya itu pada lapisan ini
kurang baik untuk penerbangan.
b.
Stratosfer: terbentang pada
ketinggian 50 - 80 km, suhu tetap 56,5 C meskipun ketinggian berubah- rubah,
tidak terdapat uap air dan turbulensi. Lapisan ini lebih ideal untuk
penerbangan hanya lapisan udaranya tipis maka diperlukan perlindungan khusus seperti
kabin bertekanan dan lain-lain.
c.
Ionosfir: terbentang pada
ketinggian 6000 - 1000 km. Lapisan ini mempunyai suhu yang tinggi sampai 2000
C.
d.
Eksosfir: merupakan lapisan yang
paling atas yang disebut juga outer
atmophere sedang lapisan-Iapisan sebelumnya disebut juga atmosphere. Secara
fisiologis atmosfir mempunyai beberapa daerah antara lain daerah fisiologis
yang terbentang dari permukaan bumi sampai ketinggian 10.000 kaki. Didaerah ini
manusia jelas mengalami perubahan faal pada tubuhnya, tingkat 02 nya cukup
untuk mempertahankan manusia tetap samapta tanpa bantuan alat khusus. Daerah
kurang fisiologis yang terbentang diatas 10.000 km dengan akibat menurunnya
tekanan parsiil 02 dan dapat mengalami gangguan faal tubuh. Daerah ekivalen
dengan ruang angkasa, pada ketinggian FL 630 dikenal istilah Amstrong Line yang tekanannya sebesar 47
mmhg sama dengan tekanan uap air sehingga molekul cairan terlepas menimbulkan efek
yang disebut balling efect. Berat 1
m3 udara pada ketinggian permukaan laut dengan tekanan 760 mmhg dan suhu 1 C
adalah 1293 g. Akibat gaya tarik bumi maka udara makin ke atas makin renggang
sehingga tekanan udaranya makin rendah.
2.
Penqaruh ketinqqian Pada faal
tubuh: pada dasarnya lapisan udara makin keatas makin
renggang dan makin rendah tekanannya dan makin kecil pula tekanan parsiil 02
nya. Manusia dapat hidup pada tekanan 760 mmhg, pada suhu tropis 20 - 30 C dan
kebutuhan total udara kering sebesar 20,9 %, sedangkan tekanan udara parsiil 02
sebesar 159 mmhg, sedang udara dalam alveoli sebesar 40 mmhg dan saturasi
sebesar 98 %.
3.
Hipoksia: Prinsip
hukum diffusi gas dari tekanan tinggi ke rendah. Dimana jaringan tubuh
kekurangan 02.
4.
Disbarisma: Semua
kelainan yang terjadi akibat perubahan tekanan kecuali hipoksia. Problema trapped gas adalah rongga-rongga yang
terdapat dalam tubuh kita seperti saluran penecernaan, disitu udara akan
mengembang dan menimbulkan rasa mual sampai sesak begitu juga bila terjadi pada
telinga tengah. Problema evolved gas, terjadi pada ketinggian tertentu yang
larut dalam cairan tubuh atau lemak. Mulai pada ketinggian 25.000 kaki
gelembung gas N2 yang lepas mulai menunjukan gejala klinis gatal atau
kesemutan, rasa tercekik sampai terjadi kelumpuhan. Untuk mencegahnya perlu
dilakukan denitroenisasi dengan 100 % 02 dan lamanya tergantung pada ketinggian
yang hendak dicapai dan berapa lama di ketinggian tersebut.
5.
Penqaruh kecepatan dan percepatan
terhadap faal tubuh: Akibat kecepatan dan percepatan
yang tinggi mempunyai efek terhadap faal tubuh.
Beberapa Masalah Kedokteran Pada
Penerbangan Jarak Jauh
1.
Motion sicknes bukanlah
merupakan suatu penyakit namun respon normal terhadap gerakan-gerakan dan
situasi yang tidak biasa dijumpai dengan gejala mual, keringat dingin, pusing,
lethargi, dan muntah. Wanita lebih berisiko dari pria. Untuk mencegahnya jangan
melakukan perjalanan dalam keadaan perut kosong. Bila mual usahakan kepala
tetap tegak. Jangan membaca menunduk, usahakan pandangan lurus kedepan. Sedang
obat-obat dapat menggunakan dramamine, antihistamin lainnya.
2.
Nyeri sinus- telinga dan gigi. Volume
udara dalam telinga tengah dan sinus akan mengembang sekitar 25 % pada tekanan
5000 - 8000 kaki. Bila saluran yang menghubungkan antara rongga-rongga tersebut
dengan hidung baik maka tidak akan menimbulkan keluhan. Nyeri pada gigi
biasanya akibat gangren atau pulpitis. Bila telinga terasa tersumbat maka
lakukan manuver valsava yaitu meniupkan udara melalui hidung dengan
dengan mulut dan hidung. tertutup dengan harapan saluran tuba eustachii akan
terbuka. Untuk pencegahan sebaiknya tidak terbang bila sedang flu, pilek dan
sinusitis.
3.
Kedaruratan medik pada manusia
usia lanjut
Penerbangan
haji akan terasa nyaman dan tidak menjadi masalah bagi mereka yang sering
bepergian dengan pesawat terbang. Akan tetapi, bagi mereka yang belum pernah
naik pesawat terbang atau bahkan kereta api sekalipun, penerbangan haji yang
berlangsung sekitar 8 - 10 jam dari tanah air hingga Arab Saudi dapat
menimbulkan beberapa kesulitan atau perasaan tidak nyaman terutama pada jemaah
haji Indonesia yang sebagian besar termasuk LANSIA.
Pesawat
terbang pada perjalanan haji biasanya terbang pada ketinggian antara 30.000--40.000
kaki, dengan tekanan udara di dalam kabin penumpang dan kokpit di atur
secara otomatis sehingga kondisi udara (suhu dan tekanannya) seperti pada
ketinggian 5000--8000 kaki. Pada ketinggian itu, suhu udara kurang dari 20ºC
dan tekanan udara adalah sekitar 550 mmHg.
Sementara
itu, pada ketinggian terbang 30.000 kaki, kondisi udara pesawat terbang
memiliki suhu -40ºC dan tekanan udara hanya 225 mmHg. Dalam kondisi seperti
itu, tanpa kabin bertekanan, manusia akan segera pingsan dan beberapa detik
kemudian akan meninggal. Hal ini disebabkan otak kehabisan oksigen serta
paru-paru dan jantung tidak berfungsi.
Dengan
memahami pengaruh lingkungan penerbangan, diharapkan calon jemaah haji, calon
Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI), petugas/instansi penyelenggara haji
Indonesia (pramugara/i, penceramah dalam manasik haji, petugas bandar udara,
dan lain-lain dapat melakukan berbagai persiapan untuk mencegah kemungkinan
timbulnya berbagai hal yang kurang baik dan membuat penerbangan menjadi nyaman.
a. Pengaruh
Kelembaban, Udara Kering dan Dehidrasi
Kelembaban
(hunmiditas):
Berbeda
dengan udara lembab yang terdapat di kota-kota dekat pantai, misalnya Medan,
Jakarta dan Makassar yang derajat kelembabannya (humiditas) 80--95%, udara di
dalam kabin penumpang ternyata lebih kering. Kondisi udara di dalam kabin
bertekanan pada tempat penumpang berada, yang setara dengan kondisi udara pada
ketinggian 5000--8000 kaki, kelembaban (humiditas)-nya adalah 40--50%.
Udara
kering:
Kelembaban
yang rendah atau udara kering akan memudahkan penguapan dari keringat melalui
pori-pori kulit tubuh sehingga tanpa disadari ternyata tubuh telah kehilangan
banyak cairan tubuh, hal ini akan lebih berbahaya bila terjadi pada Lansia.
Penguapan
keringat:
Kehilangan
keringat di lingkungan udara yang kering tidak disadari sehingga dapat
mengancam kesehatan tubuh. Apalagi bila disertai jumlah urine yang bertambah
banyak akibat udara yang dingin, akan sangat berbahaya pada kondisi fisik dan
fisiologi tubuh jemaah haji Lansia.
Dehidrasi:
Penguapan
keringat disertai pengeluaran urine yang berlebihan, apalagi jika tidak
diimbangi dengan minum secukupnya maka akan terjadi dehidrasi. Dehidrasi adalah
keadaan dimana tubuh calon jemaah haji (penumpang) kehilangan dan kekurangan
cairan (yang diikuti pula dengan kehilangan dan berkurangnya garam tubuh).
Adapun gejalanya adalah otot pegal, haus dan lain-lain. Menanggulanginya adalah
dengan minum secukupnya, menghabiskan makanan yang dihidangakan oleh pramugari
dan memakai krim kulit atau salep vaseline.
b.
Udara dingin:
Udara
dingin atau sejuk selama penerbangan sekitar 8--10 jam akan merangsang otak
mengeluarkan hormon yang meningkatkan produksi air seni (urine). Hal ini akan
menyebabkan kandung kemih cepat penuh yang merangsang pengeluaran urine
sehingga ingin berkali-kali ke kamar kecil (toilet).
Pembesaran
prostat
Pada
beberapa lanjut usia (lansia) yang menderita pembesaran (hipertrofi) kelenjar prostat akan mengalami
hambatan pada saluran urine sehingga tidak dapat berkemih. Untuk menolong
penderita tersebut perlu dilakukan pemasangan kateter.
Anemia
hipoksia
Yaitu
sel darah kekurangan zat hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah. Kita
ketahui hemoglobin berfungsi untuk mengangkut oksigen. Hipoksia ini dapat
dialami oleh penderita anemia. Calon jemaah haji Lansia sebagian besar
menderita penyakit anemia. Penderita anemia sebagian besar dari kalangan petani
dan nelayan yang status gizinya kurang baik.
c.
Kelelahan
Adalah
suatu keadaan dimana efisiensi kerja menurun secara progresif disertai perasaan
tidak enak badan, penurunan daya tahan tubuh, dan efisiensi jasmani dan daya
berpikir.
Penyebab
kelelahan:
Persiapan
dan perjalanan dari kampung halaman menuju ke asrama haji, menunggu
keberangkatan lalu tiba di bandar udara, selanjutnya menunggu lagi, lalu duduk
di kursi penumpang pesawat terbang haji selama lebih dari 8 jam penerbangan,
semua itu menyebabkan kelelahan. Vibrasi atau getaran serta bising (noise) yang ditimbulkan oleh empat buah
mesin jet pesawat terbang, walaupun kadarnya ringan, ikut menambah beban yang
menghasilkan kelelahan serta mengganggu nafsu makan serta nyenyaknya tidur
penumpang. Seharusnya, waktu selama dalam penerbangan tersebut dimanfaatkan
untuk tidur supaya menghilangkan kelelahan.
Lokasi
dan gejala:
Kelelahan
dapat terjadi lokal (lelah sebagian tubuh seperti lengan, tungkai dan
lain-lain) dan umum (lelah seluruh tubuh). Gejala atau tanda-tanda lelah yang
biasa ditemukan ialah pegal-pegal (sendi dan otot) dan tanda-tanda mental yaitu
gugup, mudah tersinggung (pemarah), sukar berpikir, sukar tidur, sakit kepala,
waktu untuk bereaksi lebih lambat, pelupa, kurang teliti, kondisi menurun, daya
memutuskan pendapat (judgement) mulai
terganggu, mata lelah, gangguan saluran penecernaan, nafsu makan menurun, dan
lain-lain.
Pencegahan
Upaya
pencegahan dilakukan dengan menghilangkan atau mengurangi faktor-faktor
penyebab kelelahan (meliputi faktor kejiwaan, fisik dan faal tubuh), antara
lain dengan tidur yang cukup, yaitu sekitar 8 jam sehari/semalam, menggunakan
masa istirahat sebaik-baiknya, makan sesuai ketentuan gizi kesehatan (cukup
jumlah dan gizi, bersih, tidak terlalu merangsang/pedas, dan lain-lain), dan
menghindari pekerjaaan yang melelahkan.
d.
Aerotitis atau barotitis.
Rasa
sakit atau gangguan pada organ telinga bagian tengah yang timbul sebagai akibat
adanya perubahan tekanan udara sekitar tubuh disebut aerotitis/barotitis. Barotitis dapat terjadi baik pada waktu naik
(ascend) maupun turun (descend). Hanya saja pada waktu menurun,
presentase kemungkinan terjadinya lebih
besar daripada waktu naik. Hal ini disebabkan sifat atau bentuk tuba Eustachius yang lebih mudah mengeluarkan
udara dari bagian telinga ke tenggorokan daripada sebaliknya. Hal akan sangat
berbahaya pada penumpang Lansia yang yang pengetahuannya kurang dan fungsi faal
tubuh sudah berkurang, bahkan dapat menyebabkan pecahnya gendang telinga.
e.
Pengembangan gas dalam saluran
pencernaan
Rasa
sakit atau rasa kurang enak dapat terjadi pada saluran pencernaan makanan
sebagai akibat perubahan tekanan di luar tubuh. Gangguan pada saluran
pencernaan ini lebih jarang terjadi, tetapi dampaknya akan lebih berbahaya
karena rasa sakitnya lebih hebat sehingga dapat menyebabkan orang tersebut
jatuh pingsan. Bila gas cukup banyak jumlahnya, apalagi tidak mendapat jalan
kerluar (kentut), maka akan menekan dinding lambung dan menimbulkan rasa sakit
yang hebat. Oleh karena itu, sebelum melakukan penerbangan hendaknya
menghindari minuman yang mengandung gas, antara lain: minuman bersoda,
sebagainya. Selain itu tidak dibenarkan memakan makanan yang dapat menghasilkan
gas dalam lambung, misalnya kacang-kacangan, ubi jalar, kubis, petai, bawang,
jengkol dan sebagainya.
f.
Kamar kecil, toilet atau jamban
Jamban atau toilet atau WC
yang berada di kamar kecil berbeda pada setiap tipe pesawat terbang haji
(Boeing-747, Airbus-300, DC-100, dan lain-lain). Biasanya toilet berlokasi di
bagian depan, tengah dan belakang di dalam kabin penumpang.
Bagi calon jemaah haji
yang di rumahnya terbiasa jongkok ketika buang air besar (BAB) maka perlu
membiasakan diri untuk BAB dengan cara duduk.
Bila di rumah terbiasa
menyiram tinja/feces dalam kloset dengan menuangkan atau mengguyur air, maka
dalam toilet di pesawat terbang, tinja akan tersiram dan tersedot oleh tekanan
udara, segera setelah tombol dengan tanda flush
atau press ditekan.
Calon
jemaah haji yang di rumahnya terbiasa
menggunakan gayung air untuk membersihkan dubur (cebok atau cawik), maka dalam
penerbangan sebaiknya menggunakan kertas (tissue) yang dibasahi air. Untuk
mengeluarkan air dari kran, cukup tekan tombol yang letaknya di bagian atas
dari kran air tersebut. Fakta menunjukkan bahwa karena kurangnya pengetahuan
dan kurang memperhatikan penjelasan ketika manasik haji dan malu bertanya, akan
mendapat kesulitan sendiri bagi calon jemaah haji. Bahkan banyak kejadian
jemaah yang menahan tidak BAK selama penerbangan haji, hal akan menyebabkan
komplikasi penyakit lain. Bila beser (sering BAK) dan tidak ingin bolak balik
ke wc di pesawat terbang (misalnya akibat stroke atau lansia sudah uzur), maka
perlu membawa pampers.
Persiapan
Menjelang Keberangkatan
Dengan
memperhatikan hasil pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter rumah sakit atau
puskesmas, calon haji dapat mengetahui apakah ia menderita penyakit tertentu
yang dapat menjadi masalah dalam penerbangan. Penyakit-penyakit tersebut antara
lain tekanan darah tinggi (hipertensi), kencing manis (diabetes melitus), penyakit jantung, batuk dan sesak nafas (asma
paru, bronkhitis, TBC atau sakit
jantung, penyakit liver, pembesaran kelenjar prostat, gigi berluang atau
gangren, penyakit remautik, lumpuk akibat stroke, sakit maag (ulu hati,
gastritis) ambeien (wasir, hemorrhoid),
penyakit tekanan bola mata tinggi (glaukoma), hamil dan lain-lain. Pada derajat
ringan yang ringan, penderita salah satu penyakit tersebut, terkadang masih
diluluskan.
g.
Waspadai ancaman Deep Vein Thrombosis (DVT) dan Emboli
(Sindroma Kelas Ekonomi).
lihat
penjelasan dibawah
h.
Mewaspadai darurat jantung pada
penerbangan haji terutama Lansia
Penyakit
jantung adalah salah satu penyakit yang rawan terhadap berbagai tekanan situasi
selama kegiatan ibadah haji, termasuk dampak penerbangan haji yang cukup
panjang. Terdapat jenis penyakit jantung yang digolongkan sebagai kelompok
penyakit berisiko tinggi (risti) atau high
risk disease adalah penyakit jantung koroner (PJK). Oleh karena lebih dari
60% yang menunaikan ibadah haji berusia 45 tahun keatas, maka akan sangat
mungkin mewaspadai penyakit jantung koroner. Melihat pada masalah deep vein thrombosis (DVT) dan emboli
paru, akibat kurangnya perhatian terhadap pencegahan, telah jatuh banyak korban
dalam penerbangan-penerbangan jarak jauh di berbagai belahan bumi ini. Di
Amerika serikat data kematian penumpang rata-rata 43--47 orang setiap tahun,
dan dua pertiganya adalah pengidap penyakit jantung. Mengingat menunaikan
ibadah haji adalah hak setiap muslim, dilaksanakan melalui persiapan yang cukup
panjang, atas niat yang sangat luhur, tidak ada seorangpun yang berhak
melarangnya. Oleh karena itu setiap dokter yang terkait dengan pelayanan jemaah
haji harus memposisikan diri secara bijak dan dilandasi oleh niat untuk
membantu setiap jemaah haji agar dapat melaksanakan ritual ibadahnya dengan khusuk
dan dengan risiko yang sekecil-kecilnya.
i.
Mewaspadai Penyakit Paru
Obstruksio Kronis (PPOK)
Bagi
jemaah haji yang sehat, penerbangan haji dari sudut pulmonologi tidak ada
masalah, akan tetapi bagi jemaah haji yang mempunyai penyakit paru-paru seperti
obstruksi kronik (PPOK), kemampuan paru untuk mengatasi dampak buruk akibat
rendahnya tekanan udara dalam kabin pesawat. Jemaah haji yang menderita PPOK
sebaiknya ditangani secara khusus agar risiko terhadap dampak buruk penerbangan
haji dapat ditekan serendah mungkin. Harus diwaspadai kemungkinan terjadi
hipoksemia dalam penerbangan.
j.
Obstructive Sleep Apnea
Obstructive Sleep Apnea
(OSA) adalah fenonema berkurangnya atau terhentinya aliran udara pernafasan
yang terjadi saat tidur akibat radius saluran pernafasan yang menyempit atau
obstruksi dari saluran pernafasan. ASA mempunyai peran sebagai penyebab
kematian hipertensi, meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke, serta
penyebab kematian mendadak (sudden death). OSA sangat penting diperhatikan mengingat
penerbangan haji adalah penerbangan jarak jauh, mengingat risiko mati mendadak
dan kecelakan yang disebabkannya.
k.
Sakit Kepala Pada Penerbangan
Haji
Setiap
tahun jemaah haji Indonesia berjumlah lebih dari 200 ribu orang, dimana lebih
dari 40% termasuk usia lanjut (Lansia). Walaupun para jemaah haji sudah
mempersiapkan segala sesuatunya dengan cermat dan lengkap, namun tidak jarang
dalam perjalanan penerbangan timbul gangguan, keluhan yang dirasakan tidak
nyaman, salah satu keluhan itu adalah pusing bahkan sampai sakit kepala, dari
ringan sampai berat. Penurunan tekanan udara menjadikan penurunan tekanan
oksigen di dalamnya sehingga jumlah oksigen yang dihirup untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh relatif semakin berkurang (hipoksia). Gangguan ini
akan memicu pelebaran pembuluh darah dan terlepasnya zat-zat mediator inflamasi
yang pada akhirnya akan mempengaruhi kepekaan saraf-saraf nyeri di kepala. Bagi
sebagian jemaah haji keadaan ini sudah dapat memberikan gangguan rasa
kenyamanan, terutama sakit kepala, apalagi pada penderita gangguan jantung dan
pernafasan kronis. Sakit kepala atau nyeri kepala adalah istilah umum dari
sefalgia, merupakan rasa nyeri atau rasa tidak mengenakan pada pada daerah atas
kepala memanjang dari rongga mata sampai daerah kepala belakang. Derajat rasa
sakit kepala adalah subyektif, namun secara umum dapat dibedakan menjadi rasa
sakit kepala ringan, sedang, dan berat.
l.
Jemaah Haji Wanita Hamil
Pada
kehamilan memasuki usia 28 minggu atau lebih trimester terakhir, uterus atau rahim
sangat sensitif terhadap rangsangan baik dari luar maupun dari dalam rahim
sendiri. Rangsangan dari luar rahim dapat berupa guncangan, getaran (vibrasi)
saat terjadi turbulensi, perubahan tekanan atmosfer dan tekanan oksigen. Rangsangan diatas dapat menimbulkan kontraksi
yang berlebihan pada dinding/otot rahim. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
persalinan prematur. Perlu diperhatikan oleh TKHI (khususnya Flight Nurse) pemasangan sabuk pengaman.
Sabuk pengaman dipasang pada panggul agar tidak terjadi Seat Belt syndrom.
m.
Jemaah haji berlensa kontak
Yang perlu diperhatikan
pada pemakai lensa kontak:
·
Penurunan tekanan dalam ruang
kabin, bila pemasangan lensa kontak terlalu ketat dan terdapat udara diantara
lensa kontak dan selaput bening mata, udara tersebut akan mengembang, akibatnya
lensa kontak akan terlepas, apabila lensa kontak tersebut keras dan tidak dapat
dilewati udara.
·
Kelembaban yang rendah. Pemakai
lensa kontak dengan air mata yang normal tidak banyak mengalami persoalan,
tetapi bagi mereka yang mengalami gangguan air mata akan merasakan gangguan
penglihatan.
·
Dengan kelembaban rendah dan
kondisi oksigen tipis selaput bening pemakai lensa kontak akan terjadi edema
(pembengkakan), akibatnya terjadi gangguan ketajaman penglihatan dan kurang
nyaman.