Sabtu, 04 Agustus 2012

JET LAG DALAM PENERBANGAN JARAK JAUH





Masalah yang timbul pada penerbangan jarak jauh adalah gangguan psikofisiologik yang dikenal JET LAG, yang merupakan pertanda bahwa irama sirkadian memerlukan sinkronisasi siklus malam dan siang di tempat yang baru. Gejala yang paling menonjol adalah kelelahan fisik dan mental, dehidrasi, penurunan energi, performance dan motivasi serta gangguan pola tidur. Beberapa faktor yang dapat memperberat Jet Lag diantaranya adalah kondisi kesehatan (sedang sakit), stress mental dan fisik, jumlah zona waktu yang dilewati atau lama penerbangan, keadaan kabin penumpang (pengap, tekanan yang berubah-ubah, udara yang terlalu kering, minuman yang mengandung alkohol, terlalu lama duduk selama penerbangan).





Upaya yang dapat meringankan Jet Lag antara lain:
Diet anti Jet Lag
Rumusan jadwal makan 4 hari menjelang keberangkatan:
1.   Hari I:       Makan pagi dan siang tinggi protein (telur, steak, buncis)
                     Makan malam tinggi karbohidrat (kentang, spageti, dll)
2.   Hari II:      Puasa dalam arti makan ringan (salad, sop ringan, juice)
3.   Hari III:     Menu makanan seperti hari I
4.   Hari keberangkatan dengan susunan makanan seperti hari ke II

Sesampai ditempat tujuan makan pagi, siang dan malam seperti biasa dengan jadwal waktu makan sesuai dengan waktu setempat pengaturan tugas terbang, ditetapkan rumusan status awak pesawat dengan jumlah jam terbang dan waktu istirahat.

Waktu istirahat, sebagai berikut:
1.    istirahat 12 jam, jika penerbangan lebih dari 11 jam
2.    istirahat 14 jam, jika penerbangan lebih dari 12 jam
3.    istirahat 14 jam, jika melintasi 4 zona waktu atau lebih
4.    istirahat 32 - 96 jam setelah melintasi 4 zona waktu atau lebih dan kembali ke tempat asal

Beberapa kiat untuk mengurangi kemungkinan terkena Jet Lag:
1.     Sebelum melakukan perialanan
Pastikan berangkat dalam keadaan rileks, bebas dari beban fisik, dan psikis dan tidak dalam keadaan sakit. Persiapkan segala keperluan jauh-jauh hari. Usahakan meminimalkan transit, tidur lebih awal, agar tetap ketika berangkat.
2.     Selama dalam Derialanan
Begitu naik pesawat, ubah waktu jam tangan anda sesuai dengan waktu negara tujuan, perbanyak minum air putih dan sari buah, tidur selama perjalanan dilakukan hanya waktu di tempat tujuan menyatakan demikian (malam), lakukan gerakan peregangan dan relaksasi otot-otot tubuh baik di tempat duduk maupun pada saat transit, lakukan sesekali jalan-jalan didalam kabin, hindari minum kopi, alkohol & orange.
3.     Ditempat tuiuan
Yang paling penting pertama kali anda lakukan adalah melakukan aktifitas seperti yang biasa. dilakukan di rumah dengan menyesuaikan jam di tempat yang baru, termasuk waktu makan dan tidur.
                                                                
DEEF VEIN TROMBOSIS

Trombosis Vena yang terjadi pada posisi duduk yang lama makin meningkat dan dikenal sebagai Economy Class Syndrome.
Gejala
Timbul dalam 24 jam pertama setelah take off, biasanya nyeri/sakit, nyeri tekan ataupun pembengkakan didaerah betis. Dapat pula asimptomtik, sehingga yang dirasakan nyeri dada, sesak nafas dan gejala atrial fibrilasi yang merupakan akibat dari emboli paru, ini dapat timbul beberapa hari/minggu sampai terjadi tromboemboli di paru.
Diagnosis
pasti Trombosis dl tungkai dengan Color Duplex Doppler Scan, Venografi Ascending Diagnosis Emboli, Paru ditegakkan dengan kombinasi gejala klinis dan Scanning paru, angiografi paru ataupun CT Angiografi paru.
Faktor Resiko
untuk terjadinya trombosis dalam penerbangan dibagi menjadi 2 yaitu:
1.     Faktor yang berhubungan dengan kabin pesawat:
a.     Immobilisasi
b.     Coach Position
c.     Tekanan udara yang rendah
d.     Hipoksia relative
e.     Kelembaban udara yang rendah
f.      Dehidrasi
2.     Faktor yang berhubungan dengan pasien:
a.     Kelebihan berat badan
b.     Penyakit Jantung Kronik
c.     Pengobatan dengan Hormon
d.     Penyakit-penyakit Kronik
e.     Keganasan
f.      DVT sebelumnya
g.     Pasca operasi/luka
h.     Lesi di dinding vena poplitea
i.      Merokok


Pencegahan
Petugas menyarankan untuk menggerakan-gerakan jari, kaki, tungkai bawah secara bergantian, bilamana dalam posisi duduk yang lama atau sesekali berdiri dan jalan-jalan bila mungkin, untuk itu disarankan:
1.     Orang-orang yang mempunyai faktor risiko serius dan berumur lebih dari 40 tahun agar berkonsultasi dengan dokter sebelum bepergian.
2.     Penumpang dengan tendensi oedem di tungkai atau mempunyai faktor risiko serius, sebaiknya memakai kompresi stocking.
3.     Melaksanakan gerakan-gerakan kaki ditempat, bila memungkinkan sekali-sekali berdiri dan berjalan-jalan, terutama ada penerbangan jarak jauh.
4.     Cukup minum dan makan snack serta hindari minuman alcohol dalam usaha untuk menghindari dehidrasi.

Pengobatan
Dengan anti koagulasi, Vena cavalfilter, fibriolitik dan tromboektomi dan dapat ditambah antiplatelet.

EVAKUASI MEDIS UDARA

Karena perbedaan lingkungan udara dengan darat maka perlu diperhatikan lingkungan fisik dan fisiologis yang berpengaruh kepada pasien sehingga pada pelaksanaan evakuasi pasien dapat selamat dan aman sampai rumah sakit tujuan. Perbedaan yang terjadi meliputi: penurunan tekanan barometer sekitar pasien dengan segala akibatnya, pengaruh percepatan dan pengaruh terhadap keseimbangan tubuh yang mempermudah terjadinya motion sickness.

Tahap Persiapan
Sebelum melaksanakan evakuasi pasien melalui udara perlu diperhatikan:
a.     Pasien dapat duduk atau harus berbaring.
b.     Jika berbaring lebih baik posisi kepala kearah ekor pesawat, dengan kepala dan dada agak ditinggikan.
c.     Apakah dengan adanya penurunan tekanan barometer memperparah kondisi pasien atau terjadi efek “disbarism".
d.     Apakah pasien memerlukan 02 selama perjalanan.
e.     Apakah pasien memerlukan infus, bila perlu harus menggunakan infus pump karena gaya gravitasi di kabin pesawat kurang mampu meneteskan cairan infus.
f.      Pencatatan medis dari rumah sakit asal harus dibawa dan pengobatan dari rumah sakit asal perlu dilanjutkan
g.     Perhatikan alat kesehatan yang akan dibawa, sudahkah voltase disesuaikan dengan listrik dipesawat. Jika pasien menggunakan alat kesehatan yang mengandung gas seperti pneumatik splain dan sebagainya ini berbahaya bila ada perubahan tekanan barometer.
h.     Sebelum dilakukan evakuasi medis udara pasien harus stabilisasi dahulu sehingga kondisi pasien stabil selama di pesawat
i.      Jika mungkin letakkan pasien pada central gravity pesawat sehingga tidak terlalu terpengaruh oleh gerakan pesawat.

Perubahan Tekanan Barometer
a.     Melakukan maneuver valsava untuk mencegah telinga tidak nyeri.
b.     Pasien jangan tidur waktu descent karena saat tidur tidak merasakan perubahan tekanan sehingga tidak  melakukan gerakan menelan atau menggerakkan rahang agar telinga pasien tidak sakit.
c.     Bagi pasien ISPA perlu vasokontriktor lokal dan terapi antihistamin atau dekongestan. Pemberian nasal drops atau spray 15--30 menit sebelum de!icent.
d.     Pengembangan udara diperut akibat disbarism dapat ditolerir oleh tubuh manusia, dianjurkan jika ingin flatus jangan ditahan, selain itu sebelum terbang gunakan diet yang tidak mengandung gas. Pada wanita hamil trimester akhir pengembangan gas diperut menyebabkan rasa tidak enak diperut.
e.     Pada pasien trauma setelah operasi atau tindakan invasif diagnostik hati-hati karena mungkin ada sisa gas terperangkap dan ini dapat menjadi bencana atau kematian.
f.      Bayi sebaiknya disusui sehingga tuba eustachii menjadi terbuka karena gerakan menelan.
Hipoksia
Pada pasien yang pertama kali merasakan terbang dengan pesawat akan mengalami kecemasan sehingga pasien mengalami hipoksia ringan, tidak nyaman, dan tidak menyenangkan.

Pertimbangan Evakuasi Medis Udara
a.    Resiko penerbangan
b.    Apakah sudah stabil untuk dilakukan evakuasi medis udara
c.    Untungkah dilihat dari segi biaya, fiskal, medis dan transportasi
d.    Apakah memang atas indikasi medis atau hanya dorongan keluarga