Masalah Tuberkulosis
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk
dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis. Pada tahun 1995,
diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh
dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98%
kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian
juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan,
persalinan dan nifas.
Gambar. Insidens TB didunia (WHO, 2004)
Sekitar 75% pasien TB adalah
kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan
seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4
bulan. Hal tersebut berakibat
pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia
meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun.
Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya
secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain
adalah:
- Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara yang sedang berkembang.
- Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:
o
Tidak
memadainya komitmen politik dan pendanaan
o
Tidak
memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat, penemuan
kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak
dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya).
o
Tidak
memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar,
gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)
o
Salah
persepsi terhadap manfaat dan
efektifitas BCG.
o
Infrastruktur
kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau
pergolakan masyarakat.
- Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan.
- Dampak pandemi HIV.
Situasi TB didunia semakin
memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan,
terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar
(high burden countries). Menyikapi
hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).
Munculnya pandemi HIV/AIDS
di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan
risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda
kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug
resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil
disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi
TB yang sulit ditangani.
Di
Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di
Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan
jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan
pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan
kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000
penduduk.
2. Tuberkulosis Dan Kejadiannya
· Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
· Cara penularan
o
Sumber penularan adalah pasien TB BTA
positif.
o
Pada waktu batuk atau bersin, pasien
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak.
o
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan
dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi
jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab.
o Daya
penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
o Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB
ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.
· Risiko penularan
o
Risiko tertular tergantung dari tingkat
pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan
kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA
negatif.
o
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan
dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama
satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk
terinfeksi setiap tahun.
o
ARTI di
Indonesia bervariasi antara 1-3%.
o
Infeksi
TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.
· Risiko menjadi sakit TB
o
Hanya
sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
o
Dengan
ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap
tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
o Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi
pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk).
o
HIV
merupakan faktor risiko yang paling kuat
bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan
kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis,
maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan
kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB
akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
Faktor risiko kejadian TB, secara ringkas digambarkan
pada gambar berikut:
Gambar. Faktor Risiko
Kejadian TB
· Riwayat alamiah pasien TB yang tidak diobati.
Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:
o 50% meninggal
o 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
o
25% menjadi kasus kronis yang tetap menular
3. Upaya Penanggulangan TB
Pada awal tahun 1990-an WHO
dan IUATLD telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai
strategi DOTS (Directly Observed
Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan
yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective).
Strategi ini dikembangkan dari berbagi studi, uji coba klinik (clinical trials), pengalaman-pengalaman
terbaik (best practices), dan hasil
implementasi program penanggulangan TB selama lebih dari dua dekade. Penerapan
strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat menekan penularan, juga
mencegah berkembangnya MDR-TB.
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien,
prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan
penularan TB dan dengan demkian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan
dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan
TB.
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi
dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS
sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam
pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan
efektifitasnya. Satu studi cost benefit yang dilakukan oleh WHO di
Indonesia menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS, setiap dolar
yang digunakan untuk membiayai program penanggulangan TB, akan menghemat
sebesar US$ 55 selama 20 tahun.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci:
1)
Komitmen politis
2)
Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin
mutunya.
3)
Pengobatan jangka pendek yang standar bagi
semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan
langsung pengobatan.
4)
Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
5)
Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu
memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program
secara keseluruhan.
Strategi DOTS di atas telah
dikembangkan oleh Kemitraan global dalam penanggulangan tb (stop TB partnership) dengan memperluas
strategi dots sebagai berikut :
1) Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
2) Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3) Berkontribusi
dalam penguatan system kesehatan
4) Melibatkan
semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
5) Memberdayakan
pasien dan masyarakat
6) Melaksanakan
dan mengembangkan riset