Pemerintah menjamin tidak akan ada perbedaan jumlah dan kualitas pengobatan yang diberikan kepada masyarakat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang akan berjalan mulai tahun 2014. Meski harga paket pelayanan kesehatan berbeda pada tiap wilayah berdasarkan regionalisasi, namun dengan sistem paket Indonesia-Case Based Groups (INA-CBG's), kualitas pelayanan pengobatan tetap sama di setiap wilayah.
Seperti diketahui, dalam program JKN pemerintah menggunakan INA-CBG's yang merupakan sistem pembayaran kepada rumah sakit sebagai pemberi pelayanan kesehatan. Obat merupakan salah satu komponen dalam pembiayaan dalam sistem INA-CBG's, yang berbasis paket. Pemerintah telah membagi daerah pelayanan JKN 2014 menjadi regional 1, 2, 3, dan 4.
Tarif INA-CBG's akan menerapkan regionalisasi yang terdiri atas regional 1 (Jawa dan Bali), regional 2 (Sumatera), regional 3 (Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat), serta regional 4 (Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara Timur). Regionalisasi terkait dengan jarak dan perbedaan harga antarwilayah. Ada perbedaan tarif hingga 7 persen untuk alat medis habis pakai.
Tarif paket INA-CBG's, rencananya akan dikoreksi setiap tahun. Koreksi ini untuk Menyesuaikan dengan inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Akibatnya, tarif paket INA-CBG's akan berubah setiap tahun. "Inflasi akan merubah harga obat yang berpengaruh pada tarif paket. Namun tidak dengan jumlah obat yang diberikan, karena sudah diampu dalam tarif, "Pemerintah melalui rumah sakit sebagai penyedia, akan memberi obat sebaik-baiknya. Keefektifan obat akan berlaku sesuai berjalannya formularium nasional .
Pembiayaannya menggunakan prinsip Indonesia Case Base Group (INA-CBG's) atau berdasarkan grup penyakit. Contohnya penyakit amandel. Pembiayaannya bukan berdasarkan biaya perawatan dan operasi. Namun, hitungannya ditotal. Sehingga pelayanan pada pasien pun sesuai standar. "Beberapa rumah sakit belum mengetahui sistem ini, dan belum menyesuaikan. Tapi di sisi lain, tim INA-CBG's ini pun suatu proses. Kita harus akui juga pembiayaan ini belum sempurna. Di beberapa hal, tindakan memang harus ada yang disesuaikan juga, karena dengan keterbatasan anggaran," tambahnya.
Banyak para ahli yang sepakat dengan kebijakan tersebut. alasannya untuk menghindari rumah sakit melakukan tindakan yang tak perlu. Selain itu, rumah sakit akan mendapat untung bila menggunakan obat-obat generik dan menerapkan sistem rujukan. Lantaran itu, ujarnya, tim INA-CBG's harus duduk bersama pihak rumah sakit untuk menetapkan standar serta menghitung tarifnya. Sebab, jaminan itu mengacu pada asuransi sosial yang mewajibkan semua pihak turut menyukseskannya.Namun, penduduk asing yang bekerja lebih dari enam bulan juga dilibatkan menjadi peserta. Undang-undang mengatur pemerintah agar melindungi semua warganya, minimal mendapat pelayanan dasar. Sistemnya, kewajiban khusus masyarakat miskin dan tidak mampu akan dibayar oleh pemerintah. Bagi yang mampu diwajibkan membayar iuran sendiri. Dengan membayar iuran, masyarakat akan memperoleh benefit keuntungan dan mendapat pelayanan standar. Paling tidak, tak ada penyakit yang tak bisa ditangan
Seperti diketahui, dalam program JKN pemerintah menggunakan INA-CBG's yang merupakan sistem pembayaran kepada rumah sakit sebagai pemberi pelayanan kesehatan. Obat merupakan salah satu komponen dalam pembiayaan dalam sistem INA-CBG's, yang berbasis paket. Pemerintah telah membagi daerah pelayanan JKN 2014 menjadi regional 1, 2, 3, dan 4.
Tarif INA-CBG's akan menerapkan regionalisasi yang terdiri atas regional 1 (Jawa dan Bali), regional 2 (Sumatera), regional 3 (Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat), serta regional 4 (Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara Timur). Regionalisasi terkait dengan jarak dan perbedaan harga antarwilayah. Ada perbedaan tarif hingga 7 persen untuk alat medis habis pakai.
Tarif paket INA-CBG's, rencananya akan dikoreksi setiap tahun. Koreksi ini untuk Menyesuaikan dengan inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Akibatnya, tarif paket INA-CBG's akan berubah setiap tahun. "Inflasi akan merubah harga obat yang berpengaruh pada tarif paket. Namun tidak dengan jumlah obat yang diberikan, karena sudah diampu dalam tarif, "Pemerintah melalui rumah sakit sebagai penyedia, akan memberi obat sebaik-baiknya. Keefektifan obat akan berlaku sesuai berjalannya formularium nasional .
Pembiayaannya menggunakan prinsip Indonesia Case Base Group (INA-CBG's) atau berdasarkan grup penyakit. Contohnya penyakit amandel. Pembiayaannya bukan berdasarkan biaya perawatan dan operasi. Namun, hitungannya ditotal. Sehingga pelayanan pada pasien pun sesuai standar. "Beberapa rumah sakit belum mengetahui sistem ini, dan belum menyesuaikan. Tapi di sisi lain, tim INA-CBG's ini pun suatu proses. Kita harus akui juga pembiayaan ini belum sempurna. Di beberapa hal, tindakan memang harus ada yang disesuaikan juga, karena dengan keterbatasan anggaran," tambahnya.
Banyak para ahli yang sepakat dengan kebijakan tersebut. alasannya untuk menghindari rumah sakit melakukan tindakan yang tak perlu. Selain itu, rumah sakit akan mendapat untung bila menggunakan obat-obat generik dan menerapkan sistem rujukan. Lantaran itu, ujarnya, tim INA-CBG's harus duduk bersama pihak rumah sakit untuk menetapkan standar serta menghitung tarifnya. Sebab, jaminan itu mengacu pada asuransi sosial yang mewajibkan semua pihak turut menyukseskannya.Namun, penduduk asing yang bekerja lebih dari enam bulan juga dilibatkan menjadi peserta. Undang-undang mengatur pemerintah agar melindungi semua warganya, minimal mendapat pelayanan dasar. Sistemnya, kewajiban khusus masyarakat miskin dan tidak mampu akan dibayar oleh pemerintah. Bagi yang mampu diwajibkan membayar iuran sendiri. Dengan membayar iuran, masyarakat akan memperoleh benefit keuntungan dan mendapat pelayanan standar. Paling tidak, tak ada penyakit yang tak bisa ditangan