Rabu, 02 April 2014

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT CAMPAK

Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala bercak kemerahan berbentuk makulo popular selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya didahului panas badan 380C atau lebih juga disertai salah satu gejala batuk pilek atau mata merah (WHO).
Definisi Operasional untuk surveilans Penyakit Campak di Indonesia adalah: adanya demam (panas), bercak kemerahan (rash), dan ditambah satu atau lebih gejala; batuk, pilek atau mata merah (conjungtivitis)

1. Gambaran Klinis
Campak mempunyai gejala klinis demam >38oC selama 3 hari atau lebih, disertai salah satu atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair. Gejala khas (patognomonik) adalah Koplik’s spot atau bercak putih keabuan dengan dasar merah di pipi bagian dalam (mucosa buccal). Bercak kemerhan/rash dimulai dari belakang telinga pada tubuh berbentuk makulopapular dan dalam beberapa hari (4-7 hari) menyebar ke seluruh tubuh. Setelah 1 minggu sampai 1 bulan bercak kemerahan berubah menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) disertai kulit bersisik.
Sebagian besar penderita akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada anak usia <5 tahun dan penderita dewasa > 20 tahun. Komplikasi yang sering terjadi adalah diare dan bronchopneumonia. Penyakit campak menjadi lebih berat pada penderita malnutrisi, defisiensi vitamin A dan imun defisiensi (HIV) serta karena penanganan yang terlambat
Diagnosis banding yang paling menyerupai campak adalah Rubella (campak Jerman) yang ditandai dengan pembesaran kelenjar getah bening di belakang telinga.



Klasifikasi kasus Campak
 Pasti Secara Laboratorium : Kasus campak klinis yang telah dilakukan konfirmasi laboratorium dengan hasil positif terinfeksi virus campak (IgM positif).
 Pasti Secara Epidemiologi : Semua kasus klinis yang mempunyai hubungan epidemiologi dengan kasus yang pasti secara laboratorium atau dengan kasus pasti secara epidemiologi yang lain (biasanya dalam kasus KLB).
 Bukan Kasus Campak (Discarded) : Kasus tersangka campak, setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium hasilnya negatif atau kasus tersangka campak yang mempunyai hubungan epidemiologis dengan Rubella.
 Kematian Campak : Kematian dari seorang penderita campak pasti (klinis, laboratorium maupun epidemiologi) yang terjadi dalam 30 hari setelah timbul rash, bukan disebabkan oleh hal-hal lain seperti : trauma atau penyakit kronik yang tidak berhubungan dengan komplikasi campak.


2. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus golongan paramyxoviridae (RNA) jenis Morbilivirus yang mudah mati karena panas dan cahaya..

3. Masa Inkubasi
Masa Inkubasi antara 7 – 18 hari. Rata-rata 10 hari.

4. Sumber dan Cara Penularan
Sumber penularan adalah manusia sebagai penderita. Penularan dari orang ke orang melalui melalui percikan ludah dan transmisi melalui udara terutama melalui batuk, bersin atau sekresi hidung. Masa penularan 4 hari sebelum timbul rash, puncak penularan pada saat gejala awal (fase prodromal), yaitu pada 1-3 hari pertama sakit.

5. Pengobatan
Pengobatan terhadap campak sesuai dengan gejala yang muncul. Penderita tanpa komplikasi cukup diberikan antipiretik dan pemberian vitamin A dosis tinggi sesuai usia. Jika ada komplikasi anjurkan penderita dirawat di Puskesmas atau di Rumah Sakit, Pengobatan komplikasi di sarana pelayanan kesehatan dengan pemberian antibiotik tergantung berat ringannya komplikasi, bila keadaan penderita cukup berat segera rujuk ke rumah sakit. Kasus yang terkena penyakit campak, diisolasi, untuk memutuskan rantai penularan pada orang lain.
Pemberian Vitamin A:
Diberikan sebanyak 2 kapsul (kapsul pertama diberikan saat penderita ditemukan, kapsul kedua diberikan keesokan harinya, dosis sesuai umur penderita). Pemberian Vitamin A diutamakan untuk penderita campak, jika persediaan vitamin A mencukupi, sebaiknya juga diberikan pada yang tidak terkena kasus campak.
 Umur 0 - 6 bulan, bagi bayi yang tidak mendapatkan ASI , diberikan vitamin A 1 kapsul 50.000 IU pada saat penderita ditemukan, dan kapsul ke dua diberikan keesokan harinya.
 Umur 6 – 11 bulan, pada saat penderita ditemukan, diberikan vitamin A sebanyak 100.000 IU, dan kapsul kedua diberikan pada hari kedua.
 Umur 12 – 59 bulan, saat penderita ditemukan, diberikan vitamin A sebanyak 1 kapsul 200.000 IU, dan kapsul kedua diberikan pada hari kedua.

6. Epidemiologi
Di seluruh dunia diperkirakan terjadi penurunan 56% kasus campak yang dilaporkan yaitu 852.937 kasus pada tahun 2000 menjadi 373.421 kasus pada tahun 2006. Jumlah kasus campak di regional SEARO meningkat dari 78.574 kasus pada tahun 2000 menjadi 94.562 kasus pada tahun 2006. Di Indonesia dilaporkan pada tahun 2010 telah terjadi 188 kejadian luar biasa campak dengan 3.044 kasus. Sementara dari laporan rutin campak jumlah kasus pada tahun 2010 adalah 19.111 kasus.

7. Kejadian Luar Biasa
Bagi Negara yang telah menyelesaikan kampanye campak, maka surveillans campak harus dilaksanakan lebih sensitif, oleh sebab itu WHO merekomendasikan kriteria KLB campak yaitu : 5 kasus campak /100.000 populasi.
Di Indonesia walaupun kampanye campak sudah dilaksanakan namun kriteria seperti yang ditetapkan WHO masish sulit diterapkan. Hal ini disebabkan populasi 100.000 kemungkinan terdistribusi di 3 Puskesmas, dan kasus campak masih cukup tinggi, maka secara operasional akan sulit. Untuk memeudahkan operasional di lapangan, maka definisi KLB tersangka campak ditetapkan sebagai berikut :
Adanya 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologi.
 KLB Campak Pasti : Apabila minimum 2 spesimen positif IgM campak dari hasil pemeriksaan kasus pada tersangka KLB campak.
 KLB Rubella : Minimum 2 spesimen positif IgM rubella
 KLB Mixed (Campuran) : Ditemukan adanya IgM rubella positif dan IgM campak positif dalam satu KLB

1) Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan KLB campak bertujuan untuk mengetahui gambaran epidemiologi KLB berdasarkan waktu kejadian, umur dan status imunisasi penderita, sehingga dapat diketahui luas wilayah yang terjangkit dan kelompok yang berisiko. Disamping itu juga untuk mendapatkan faktor risiko terjadinya KLB sehingga dapat dilakukan tindak lanjut.
Jika ada 1 kasus suspek campak, yang dilaporkan dari rumah sakit, puskesmas maupun laporan masyarakat, harus dilakukan pelacakan untuk memastikan apakah di tempat tinggal kasus, di sekolah, dan lain-lain, ada kasus serupa.
Jika dilaporkan KLB tersangka campak, maka dilakukan kunjungan dari rumah ke rumah (rumah yang ada kasus campak dan rumah yang tidak ada kasus campak) di wilayah tersebut, dengan mengisi format C1. Ini dilakukan untuk mencari kasus tambahan, populasi berisiko dan untuk melihat status imunisasi campak pada populasi di daerah KLB. Cari faktor resiko KLB Campak dengan form C2, dan berikan rekomendasi.

2) Penanggulangan
Penanggulangan KLB campak didasarkan pada analisis dan rekomendasi hasil penyelidikan KLB campak, dilakukan sesegera mungkin agar transmisi virus dapat dihentikan dan KLB tidak meluas serta dibatasi jumlah kasus dan kematian.
Langkah penanggulangan meliputi :
a. Tata laksana kasus
b. Imunisasi
c. Penyuluhan
Imunisasi yang dilakukan pada saat KLB, yaitu:
 Imunisasi selektif, bila cakupan tinggi
Meningkatkan cakupan imunisasi rutin (upayakan 100 %) setiap balita (Usia 6 bl – 5 th) yang tidak mempunyai riwayat imunisasi campak, diberikan imunisasi campak (di puskesmas atau posyandu hingga 1 bulan dari kasus terakhir).
 Imunisasi campak masal
Yaitu memberikan imunisasi campak secara masal kepada seluruh anak pada golongan umur tertentu tanpa melihat status imunisasi anak tersebut. Hal yang menjadi pertimbangan adalah cakupan imunisasinya rendah, mobilitas tinggi, rawan gizi dan pengungi, daerah padat dan kumuh.
Pelaksanaan imunisasi masal ini harus dilaksanakan sesegera mungkin, sebaiknya pada saat daerah tersebut diperkirakan belum terjadi pemularan secara luas. Selanjutnya cakupan imunisasi rutin tetap dipertahankan tinggi dan merata.
Pengolahan dan Analisa Data Rutin (kasus dan faktor risiko)
Analisa kasus KLB campak :
 Distribusi kasus menurut waktu (Time), Tempat (Place) dan orang (person).
 Kurva epidemi kasus, Mapping kasus, Grafik kasus menurut kelompok umur dan status imunisasi
 Attack rate menurut kelompok umur, Case Fatality Rate
 Menghitung vaksin efikasi dan Populasi Rentan
 Analisa pelaksanaan program imunisasi (Manajemen, logistik, cakupan)

3) Surveilans Ketat pada KLB
Perkembangan kasus baru dan kematian KLB campak direkam dalam form C1 dan dilaporkan setiap hari ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. KLB dinyatakan berakhir jika tidak ada kasus, dalam kurun waktu 2 kali masa inkubasi dari kasus terakhir.
8. Sistem Kewaspadaan Dini KLB
Kegiatan SKD campak meliputi kegiatan :
 Pemantauan populasi rentan
 Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) kasus campak mingguan
 Tindakan terhadap ancaman KLB campak