Rabu, 02 April 2014

PENYELIDIKAN KLB PENYAKIT ANTRAKS

Penyakit Antraks adalah termasuk salah satu penyakit Zoonosa yang disebabkan oleh Bacillus anthracis terutama pada hewan memamah biak (sapi dan kambing). Penyakit Antraks atau disebut juga Radang Lympha, Malignant pustule, Malignant edema, Woolsorters disease, Rag pickersdisease, Charbon. Kata Antraks dalam bahasa Inggris berarti Batubara, dalam bahasa Perancis disebut Charnon, kedua kata tersebut digunakan sebagai nama penyakit pada manusia yang ciri utamanya ditandai dengan luka yang rasanya pedih, ditengahnya berwarna hitam seperti batu bara (Christie 1983).
Penyakit Antraks merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulakan wabah, sesuai dengan undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1501 tahun 2010. Penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu yang diserang pada umumnya pekerja peternakan, petani, pekerja tempat pemotongan hewan, dokter hewan, pekerja pabrik yang menangani produk-produk hewan yang terkontaminasi oleh spora antraks, misalnya pabrik tekstil, makanan ternak, pupuk, dan sebagainya.

1. Gambaran Klinis
Gejala klinis antraks pada manusia dibagi menjadi 4 bentuk yaitu antraks kulit, antraks saluran pencernaan, antraks paru dan antraks meningitis.

a. Antraks Kulit (Cutaneus Anthrax)
Kejadian antraks kulit mencapai 90% dari keseluruhan kejadian antraks di Indonesia. Masa inkubasi antara 1-5 hari ditandai dengan adanya papula pada inokulasi, rasa gatal tanpa disertai rasa sakit, yang dalam waktu 2-3 hari membesar menjadi vesikel berisi cairan kemerahan, kemudian haemoragik dan menjadi jaringan nekrotik berbentuk ulsera yang ditutupi kerak berwarna hitam, kering yang disebut Eschar (patognomonik). Selain itu ditandai juga dengan demam, sakit kepala dan dapat terjadi pembengkakan lunak pada kelenjar limfe regional. Apabila tidak mendapat pengobatan, angka kematian berkisar 5-20%.

b. Antraks Saluran Pencernaan (Gastrointestinal Anthax)
Masa inkubasi 2-5 hari. Penularan melalui makanan yang tercemar kuman atau spora misal daging, jerohan dari hewan, sayur- sayuran dan sebagainya, yang tidak dimasak dengan sempurna atau pekerja peternakan makan dengan tengan yang kurang bersih yang tercemar kuman atau spora antraks. Penyakit ini dapat berkembang menjadi tingkat yang berat dan berakhir dengan kematian dalam waktu kurang dari 2 hari. Angka kematian tipe ini berkisar 25-75%.
Gejala antraks saluran pencernaan adalah timbulnya rasa sakit perut hebat, mual, muntah, tidak nafsu makan, demam, konstipasi, gastroenteritis akut yang kadang-kadang disertai darah, hematemesis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran kelenjar limfe daerah inguinal (lipat paha), perut membesar dan keras, kemudian berkembang menjadi ascites dan oedem scrotum serta sering dijumpai pendarahan gastrointestinal..

c. Antraks Paru-paru (Pulmonary Anthrax)
Masa inkubasi : 1-5 hari (biasanya 3-4 hari). Gejala klinis antraks paru-paru sesuai dengan tanda-tanda bronchitis. Dalam waktu 2-4 hari gejala semakin berkembang dengan gangguan respirasi berat, demam, sianosis, dispneu, stridor, keringat berlebihan, detak jantung meningkat, nadi lemah dan cepat. Kematian biasanya terjadi 2-3 hari setelah gejala klinis timbul.

d. Antraks Meningitis (Meningitis Anthrax)
Terjadi karena komplikasi bentuk antraks yang lain, dimulai dengan adanya lesi primer yang berkembang menjadi meningitis hemoragik dan kematian dapat terjadi antara 1-6 hari. Gambaran klinisnya mirip dengan meningitis purulenta akut yaitu demam, nyeri kepala hebat, kejang-kejang umum, penurunan kesadaran dan kaku kuduk.

2. Etiologi
Bacillus anthracis, kuman berbentuk batang ujungnya persegi dengan sudut-sudut tersusun berderet sehingga nampak seperti ruas bambu atau susunan bata, membentuk spora yang bersifat gram positif.
Basil bentuk vegetatif bukan merupakan organisme yang kuat, tidak tahan hidup untuk berkompetisi dengan organisme saprofit. Basil Antraks tidak tahan terhadap oksigen, oleh karena itu apabila sudah dikeluarkan dari badan ternak dan jatuh di tempat terbuka, kuman menjadi tidak aktif lagi, kemudian melindungi diri dalam bentuk spora.
Apabila hewan mati karena Antraks dan suhu badannya antara 28 -30 °C, basil antraks tidak akan didapatkan dalam waktu 3-4 hari, tetapi kalau suhu antara 5 -10 °C pembusukan tidak terjadi, basil antraks masih ada selama 3-4 minggu. Basil Antraks dapat keluar dari bangkai hewan dan suhu luar di atas 20°C, kelembaban tinggi basil tersebut cepat berubah menjadi spora dan akan hidup. Bila suhu rendah maka basil antraks akan membentuk spora secara perlahan - lahan (Christie 1983).

3. Masa Inkubasi
Masa inkubasi dari penyakit antraks adalah 7 hari, pada umumnya berkisar antara 2 – 5 hari.

4. Sumber dan Cara Penularan
Sumber penyakit antraks adalah hewan ternak herbivora. Manusia terinfeksi antraks melalui kontak dengan tanah, hewan, produk hewan yang tercemar spora antraks. Penularan juga bisa terjadi bila menghirup spora dari produk hewan yang sakit seperti kulit dan bulu.

5. Pengobatan
Peniciline masih merupakan antibiotika yang paling ampuh, dengan cara pemberian tergantung tipe dan gejala klinisnya, yaitu:
1) Antraks Kulit
 Procain Penicilline 2 x 1,2 juta IU, secara IM, selama 5-7 hari
 Benzyl Penicilline 250.000 IU, secara IM, setiap 6 jam, sebelumnya harus dilakukan skin test terlebih dahulu.
 Apabila hipersensitif terhadap penicilline dapat diganti dengan tetracycline, chloramphenicol atau erytromicine.
2) Antraks Saluran Pencernaan & Paru
 Penicilline G 18-24 juta IU perhari IVFD, ditambahkan dengan Streptomycine 1-2 g untuk tipe pulmonal dan tetracycline 1 g perhari untuk tipe gastrointestinal.
 Terapi suportif dan simptomatis perlu diberikan, biasanya plasma expander dan regimen vasopresor. Antraks Intestinal menggunakan Chloramphenicol 6 gram perhari selama 5 hari, kemudian meneruskan 4 gram perhari selama 18 hari, diteruskan dengan eritromisin 4 gram perhariuntuk menghindari supresi pada sumsum tulang.

6. Epidemiologi
Antraks tersebar luas di seluruh dunia, antara lain Asia, Eropa Selatan dan Afrika. Di Indonesia pertama kali terjadi KLB antraks pada tahun 1832 di Kecamatan Tirawuta dan Moweng Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Penyebaran antraks pada manusia di Indonesia terdapat di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, NTB dan NTT.Saat ini daerah tertular Antraks di Indonesia menurut Dirjen Peternakan Kementan terdapat di 11 provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat Jawa Tengah, DIY, Sumatera Barat, Jambi, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan, NTB dan NTT. Tetapi dari 11 provinsi tersebut yang dilaporkan ada kasus pada manusia hanya 5 provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, NTB dan NTT. Selama tahun 2009 telah dilaporkan kasus antraks pada manusia sebanyak 17 kasus 2 orang diantaranya meninggal (CFR 11,76%). Kedua penderita antraks yang meninggal tersebut adalah penderita antraks tipe pencernaan. Semua kasus berasal dari Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan.
Pada tahun 2010 dilaporkan kasus Antraks sebanyak 28 kasus dengan meninggal 1 orang (CFR 3,6%) yang terjadi di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah yaitu 24 kasus 1 orang meninggal dan Provinsi Sulawesi Selatan di Kabupaten Maros 3 kasus dan Kota Makassar 1 kasus.
Pada tahun 2011 sampai dengan bulan Juni dilaporkan kasus Antraks sebanyak 42 kasus dan tidak ada kasus yang meninggal. Kasus antraks terjadi di Kabupaten Boyolali dengan 14 kasus, Sragen 13 kasus, Pati 1 kasus dan Provinsi NTT terjadi 14 kasus
Pada umumnya antraks menyerang pekerja peternakan, petani, pekerja tempat pemotongan hewan, dokter hewan yang menangani ternak.

7. Kejadian Luar Biasa
Penanggulangan KLB antraks diarahkan untuk memutuskan rantai penularan hewan penular ke manusia atau tanah tercemar ke manusia. pengobatan dini penderita dan mencegah pencemaran lingkungan oleh spora antraks. Penanggulangan KLB antraks pada hewan merupakan bagian dari upaya penanggulangan KLB antraks pada manusia.

1) Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap kasus-kasus yang dilaporkan dari rumah sakit, puskesmas maupun laporan masyarakat. Penyelidikan lapangan dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya kasus lain, terutama pada kelompok rentan terpapar kuman atau spora antraks.
Pengambilan specimen dengan cara cairan/pus diambil dengan aspirasi, bila lesi kulit (bula) masih utuh, atau diusap dengan lidi kapas steril, kemudian dimasukkan ke dalam botol steril. Demikian pula untuk sputum, tinja darah, maupun LCS. Pengiriman spesimen bisa tanpa atau dengan media transport ke laboratorium.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium pewarnaan, biakan, serologi atau percobaan binatang. Spesimen yang digunakan adalah cairan atau pus pada bentuk lesi kulit, sputum pada bentuk pulmonal, tinja pada bentuk intestinal. darah pada bentuk septikimia, dan cairan liquor cerebrospinalis (LCS) pada bentuk meningitis.
KLB antraks adalah terjadinya satu kasus baru antraks atau lebih pada manusia dengan sebagian kasus menunjukkan tanda-tanda patogomonik atau adanya bukti laboratorium. SKD-KLB antraks harus diintensifkan apabila terdapat sejumlah kematian pada binatang yang diduga karena antraks, terutama apabila terjadi pada daerah endemik antraks.
Penyelidikan KLB antraks dapat menggambarkan penyebaran, kecenderungan dan identifikasi sumber dan cara penularan serta populasi rentan serangan KLB antraks :
Kurva epidemi menurut tanggal mulai timbulnya gejala pada kasus baru, sehingga dapat teridentifikasi mulai dan berakhirnya KLB antraks, kecenderungan dan pola serangan.
 Tabel distribusi kasus baru menurut umur, jenis kelamin dan pekerjaan yang diduga berhubungan dengan penularan antraks.
 Tabel dan peta distribusi kasus-kasus kesakitan dan kematian hewan tersangka antraks.
 Distribusi kasus juga digambarkan dalam peta sebaran (spot map) dan hubungannya dengan distribusi kasus-kasus kesakitan dan kematian hewan tersangka antraks. Peta dibuat secara bersambung menurut minggu kejadian, sehingga dapat dicermati perkembangan penyebaran kasus dari waktu ke waktu.
 Seringkali pelacakan kasus dilakukan untuk mengetahui penyebaran dari satu wilayah ke wilayah lain, termasuk identifikasi hewan, produk hewan atau tanah tercemar sebagai sumber penular.
Gambaran epidemiologi KLB antraks tersebut diatas dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber dan cara penularan antraks :
 Identifikasi hewan sumber penular, terutama adanya sejumlah hewan tertentu yang meninggal pada daerah dan dalam periode KLB
 Hubungan distribusi kasus dan distribusi hewan sumber penular yang dicurigai
 Melakukan identifikasi diagnosis hewan atau produk hewan tersangka, terutama dengan pemeriksaan laboratorium.
 Pemeriksaan spora pada tanah daerah hewan sumber penular yang dicurigai.
Gambaran epidemiologi KLB antraks tersebut juga diperlukan untuk mengidentifikasi populasi yang kemungkinan terserang. Populasi rentan antraks terutama berhubungan dengan distribusi hewan sumber penularan, pekerjaan yang berhubungan dengan hewan sumber penularan dan tanah atau lingkungan sekitarnya.

2) Penanggulangan KLB
Penanggulangan KLB diprioritaskan pada pengobatan dini penderita dengan pengobatan yang memadai, penanggulangan KLB antraks pada hewan penular serta produk hewan tercemar sehingga terputusnya mata rantai penularan, serta manajemen hewan tersangka dan produk hewan tercemar :
 Penyuluhan masyarakat tentang antraks dan upaya penanggulangannya. Setiap orang yang menderita penyakit dengan gejala-gejala antraks segera berobat ke Puskesmas atau RS terdekat.
 Perlakuan terhadap jenazah karena antraks mengikuti prinsip pemulasaraan jenazah dengan penyakit menular sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Hewan harus disembelih di Rumah Potong Hewan (RPH) bila dipotong di luar RPH harus mendapat ijin dahulu dari Dinas Peternakan setempat
 Tidak diperbolehkan menyembelih hewan sakit antraks.
 Tidak diperbolehkan mengkonsumsi daging yang berasal dari hewan yang sakit antraks.
 Dilarang membuat atau memproduksi barang-barang yang berasal dari hewan sakit atau mati karena penyakit antraks.
 Hewan yang rentan terhadap penyakit antraks seperti sapi, kerbau, kambing, domba, kuda secara rutin harus divaksinasi terhadap penyakit antraks. Vaksinasi dilakukan oleh Dinas Peternakan setempat.
Dalam upaya menanggulangi KLB antraks di lapangan perlu kerjasama yang baik antara masyarakat, petugas Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian termasuk laboratorium.
Pada daerah yang belum pernah terjangkit KLB antraks, petugas belum terlatih untuk mengidentifikasi adanya kasus antraks, diagnosis antraks sering rancu dengan penyakit kulit dan penyakit perut lainnya, oleh karena itu pelatihan singkat terhadap petugas perlu dilakukan.

3) Surveilans Ketat pada KLB Antraks
Perkembangan kasus baru dan kematian antraks menurut bentuk penyakit, waktu mulai sakit, tempat tinggal, dan jenis tempat bekerja.
Perkembangan kasus-kasus kesakitan dan kematian hewan tersangka antraks menurut tempat dan jenis hewan.

8. Sistem Kewaspadaan Dini KLB
Peningkatan SKD-KLB di daerah endemis antraks pada manusia dengan bekerjasama dengan sektor peternakan dalam SKD-KLB antraks pada hewan. Spora antraks di tanah atau pada kulit hewan dapat bertahan dalam periode waktu yang lama. Spora di tanah akan terdorong naik ke permukaan tanah bersamaan dengan tumbuh-tumbuhan atau penggalian, sehingga dapat menulari kaki manusia, dimakan binatang bersamaan dengan rumput atau tanaman lain. Pada daerah tertular penyakit Antraks perlu menjadi kewaspadaan pada saat menjelang perayaan hari Raya Idul Fitri/Adha, biasanya kebutuhan ternak (daging) meningkat, sehingga banyak pemotongan hewan tidak dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang ada, serta saat perubahan musim (dari Kemarau ke penghujan). Lokasi tersebut perlu diwaspadai