A. PENGERTIAN
Hiperplasia prostat benigna adalah suatu keadaan di mana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat
aliran urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi patologis
yang paling umum pada pria lansia.
B. ETIOLOGI
Faktor resiko umur
Perubahan hormon androgen.
B. TANDA DAN GEJALA
Gejala iritatif meliputi :
- Peningkatan frekuensi berkemih
- Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
- Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda (urgensi)
- Nyeri pada saat miksi (disuria)
Gejala obstruktif meliputi :
- Pancaran urin melemah
- Rasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
- Kalau mau miksi harus menunggu lama
- Volume urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
- Urin terus menetes setelah berkemih
- Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinensia karena penumpukan berlebih.
- Pada gejala yang sudah lanjut, dapat terjadi Azotemia (akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis dan volume residu yang besar.
Gejala seperti seperti
keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.
Berdasarkan keluhan dapat dibagi
menjadi :
-
Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih,
kencing tak puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada malam hari
-
Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi.
Penderita akan mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing malam
bertambah hebat.
-
Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai
tahap ini maka bisa timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden
menjalar ke ginjal dan dapat menyebabkan pielonfritis, hidronefrosis.
C. PATOFISIOLOGI
Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini
berkembang, akan terjadi perubahan patologi anatomi yang ada pada pria usia 50
tahunan. Perubahan hormonal menyebabkan hiperplasia jaringan penyangga stromal
dan elemen glandular pada prostat.
Teori-teori tentang terjadinya BPH :
1. Teori
Dehidrosteron (DHT)
Aksis hipofisis
testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrosteron (DHT) dalam sel prostat
menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel yang menyebabkan
inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesa protein.
2. Teori hormon
Pada orang tua
bagian tengah kelenjar prostat mengalami hiperplasia yamg disebabkan oleh
sekresi androgen yang berkurang, estrogen bertambah relatif atau aabsolut.
Estrogen berperan pada kemunculan dan perkembangan hiperplasi prostat.
3. Faktor interaksi stroma dan epitel
Hal ini banyak
dipengaruhi oleh Growth factor. Basic fibroblast growth factor (b-FGF)
dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar
pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. Proses reduksi ini difasilitasi
oleh enzim 5-a-reduktase. b-FGF dapat dicetuskan oleh
mikrotrauma karena miksi, ejakulasi dan infeksi.
4. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari
kemampuan mesenkim sinus urogenital untuk berploriferasi dan membentuk jaringan
prostat.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga
perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap
awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi urin pada leher buli-buli
dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang
sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut
fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan
akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi
sehingga terjadi retensi urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis
dan disfungsi saluran kemih atas. Adapun patofisiologi dari masing-masing
gejala yaitu :
- Penurunan kekuatan dan aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah gambaran awal dan menetap dari BPH. Retensi akut disebabkan oleh edema yang terjadi pada prostat yang membesar.
- Hesitancy (kalau mau miksi harus menunggu lama), terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi uretra.
- Intermittency (kencing terputus-putus), terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
- Nocturia miksi pada malam hari) dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
- Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.
- Urgensi (perasaan ingin miksi sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi) jarang terjadi. Jika ada disebabkan oleh ketidak stabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter,
- Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai complience maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan spingter.
- Hematuri biasanya disebabkan oleh oleh pecahnya pembuluh darah submukosa pada prostat yang membesar.
- Lobus yang mengalami hipertropi dapat menyumbat kolum vesikal atau uretra prostatik, sehingga menyebabkan pengosongan urin inkomplit atau retensi urin. Akibatnya terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap, serta gagal ginjal.
- Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, di mana sebagian urin tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme infektif.
- Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli, Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuri. Batu tersebut dapat pula menimbulkan sistiitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis.
- Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan hernia dan hemoroid.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Urinalisa
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel
leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus
diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu,
infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar
dari fungsi ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan
sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan.
Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10
ng/ml, dihitung Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi
dengan volume prostat. Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan biopsi prostat,
demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml
- Pemeriksaan darah lengkap
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua
defek pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya
menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung
dan pernafasan harus dikaji.
Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis
leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
3. Pemeriksaan radiologis
Biasanya dilakukan foto polos abdomen, pielografi intravena, USG, dan
sitoskopi. Tujuan pencitraan untuk memperkirakan volume BPH, derajat disfungsi
buli, dan volume residu urin. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada
traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi
osteoblastik sebagai tanda metastase dari keganasan prostat serta osteoporosis
akibat kegagalan ginjal. Dari Pielografi intravena dapat dilihat supresi
komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, gambaran ureter berbelok-belok
di vesika urinaria, residu urin. Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat,
memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin dan batu ginjal.
BNO /IVP untuk menilai apakah ada pembesaran dari ginjal apakah terlihat
bayangan radioopak daerah traktus urinarius. IVP untuk melihat /mengetahui
fungsi ginjal apakah ada hidronefrosis. Dengan IVP buli-buli dapat dilihat
sebelum, sementara dan sesudah isinya dikencingkan. Sebelum kencing adalah
untuk melihat adanya tumor, divertikel. Selagi kencing (viding cystografi)
adalah untuk melihat adanya refluks urin. Sesudah kencing adalah untuk menilai
residual urin.
E. MANAGEMEN TERAPI
Rencana pengobatan tergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan
kondisi pasien. Jika pasien masuk RS dengan kondisi darurat karena ia tidak dapat berkemih maka
kateterisasi segera dilakukan. Pada kasus yang berat mungkin digunakan kateter
logam dengan tonjolan kurva prostatik. Kadang suatu insisi dibuat ke dalam
kandung kemih (sitostomi supra pubik) untuk drainase yang adekuat.
Jenis pengobatan pada BPH antara
lain:
- Observasi (watchfull waiting)
Biasa dilakukan
pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehat yang diberikan adalah mengurangi
minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obat
dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar
tidak terlalu sering miksi. Setiap 3 bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa
kencing, dan pemeriksaan colok dubur
- Terapi medikamentosa
-
Penghambat adrenergik a (prazosin, tetrazosin) :
menghambat reseptor pada otot polos di leher vesika, prostat sehingga terjadi
relaksasi. Hal ini akan menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga
gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang.
-
Penghambat enzim 5-a-reduktase, menghambat
pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil.
- Terapi bedah
Tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi absolut untuk
terapi bedah yaitu :
-
Retensi urin berulang
-
Hematuri
-
Tanda penurunan fungsi ginjal
-
Infeksi saluran kemih berulang
-
Tanda obstruksi berat seperti hidrokel
-
Ada batu saluran kemih.
Pendekatan transuretral merupakan pendekatan tertutup. Instrumen bedah
dan optikal dimasukan secara langsung melalui uratra ke dalam prostat yang
kemudian dapat dilihat secara langsung. Kelenjar diangkat dalam irisan kecil
dengan loop pemotong listrik. Prostatektomi transuretral jarang menimbulakan disfungsi
erektil tetapi dapat menyebabkan ejakulasi retrogard karena pengangkatan
jaringan prostat pada kolum kandung
kemih dapat menyebabkan cairan seminal mengalir ke arah belakang ke dalam
kandung kemih dan bukan melalui uretra.
Prostatektomi perineal sangat berguna untuk biopsi terbuka. Pada pasca
operatif, luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat rektum.
Inkontinensia, impotensi, atau cedera rektal lebih mungkin terjadi komplikasi
pada pendekatan ini.
Insisi prostat transuretral (TUIP)diindikasikan ketika kelenjar prostat
kecil (30mg atau kurang). Satu atau du buah insisi dibuat pada prostat dan
kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi
kontriksi uretra
Pembedahan seperti prostatektomi dilakukan untuk membuang jaringan
prostat yang mengalami hiperplasi. Komplikasi yang mungkin terjadi pasca
prostatektomi mencakup perdarahan, infeksi, retensi oleh karena pembentukan
bekuan, obstruksi kateter dan disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak
menyebabkan impotensi, meskipun pada prostatektomi perineal dapat menyebabkan
impotensi akibat kerusakan saraf pudendal. Pada kebanyakan kasus aktivitas
seksual dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 minggu karena saat itu fossa
prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi maka cairan seminal mengalir ke dalam
kandung kemih dan diekskresikan bersama uin. Perubahan anatomis pada uretra
posterior menyebabkan ejakulasi retrogard.
§ Terapi invasif minimal, seperti dilatasi balon
tranuretral, ablasi jarum transuretral
F. PENGELOLAAN PASIEN
1. Pre operasi
-
Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah,
CT, BT, AL)
-
Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan
lansia
-
Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
-
Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum pemeriksaan IVP pasien diberikan diet
bubur kecap 2 hari, lavemen puasa minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk
meminimalkan masuknya udara
2. Post operasi
-
Irigasi/Spoling dengan Nacl
§ Post operasi hari 0 : 80
tetes/menit
§ Hari pertama post
operasi : 60 tetes/menit
§ Hari ke 2 post operasi : 40
tetes/menit
§ Hari ke 3 post operasi : 20
tetes/menit
§ Hari ke 4 post operasi diklem
§ Hari ke 5 post operasi
dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin dalam kateter bening)
-
Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada
masalah (cairan serohemoragis < 50cc)
-
Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi
selama 2 hari, bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi
bisa diganti dengan obat oral.
-
Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam
post operasi
-
Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post
oprasi dengan betadin
-
Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
-
DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
-
Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
-
Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
-
Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan
dorongan untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan
perdarahan dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan otot
polos dapat membantu mengilangkan spasme. Kompres hangat pada pubis dapat
membantu menghilangkan spasme.
-
Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk
berjalan-jalan tapi tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan
abdomen, perdarahan
-
Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali
kontrol berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai
kontrol berkemih.
-
Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan
kemudian jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.
-
Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan
sejumlah bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih
gelap dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi pada
kateter sehingga balon yang menahan kateter pada tempatnya memberikan tekannan
pada fossa prostatik.
F. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Sebelum Operasi
a. Data Subyektif
-
Klien
mengatakan nyeri saat berkemih
-
Sulit
kencing
-
Frekuensi
berkemih meningkat
-
Sering
terbangun pada malam hari untuk miksi
-
Keinginan
untuk berkemih tidak dapat ditunda
-
Nyeri
atau terasa panas pada saat berkemih
-
Pancaran
urin melemah
-
Merasa
tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan baik
-
Kalau mau
miksi harus menunggu lama
-
Jumlah
urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
-
Aliran
urin tidak lancar/terputus-putus
-
Urin
terus menetes setelah berkemih
-
Merasa
letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah
-
Klien
merasa cemas dengan pengobatan yang akan dilakukan
b. Data Obyektif
-
Ekspresi
wajah tampak menhan nyeri
-
Terpasang
kateter
2.
Sesudah
Operasi
a. Data Subyektif
- Klien mengatakan nyeri
pada luka post operasi
- Klien mengatakan tidak
tahu tentang diet dan pengobatan setelah operas
b. Data Obyektif
-
Ekspresi
tampak menahan nyeri
-
Ada luka
post operasi tertutup balutan
-
Tampak
lemah
-
Terpasang
selang irigasi, kateter, infus
a. Riwayat kesehatan : riwayat
penyakit dahulu, riwyat penyakit sekarang, riwayat penyakit keluarga, pengaruh
BPH terhadap gaya hidup pasien, apakah masalah urinari yang dialami pasien.
b. Pengkajian
fisik
1) Gangguan dalam berkemih
seperti
- Sering berkemih
-
Terbangun pada malam hari untuk berkemih
- Perasaan ingin miksi yang
sangat mendesak
-
Nyeri pada saat miksi, pancaran urin melemah
-
Rasa tidak puas sehabis miksi
- Jumlah air kencing menurun
dan harus mengedan saat berkemih
-
Aliran urin tidak lancar/terputus-putus, urin terus
menetes setelah berkemih.
- Nyeri saat berkemih
- Ada darah dalam urin
- Kandung kemih terasa penuh
- Nyeri di pinggang, punggung,
rasa tidak nyaman di perut.
- Urin tertahan di kandung
kencing, terjadi distensi kandung kemih
2) Gejala umum seperti
keletihan, tidak nafsu makan, mual muntah, dan rasa tidak nyaman pada
epigastrik
3) Kaji status emosi : cemas,
takut
4) Kaji urin : jumlah, warna,
kejernihan, bau
5) Kaji tanda vital
c. Kaji pemeriksaan diagnostik
-
Pemeriksaan radiografi
-
Urinalisa
-
Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urin
d. Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
keadaan dan proses penyakit, pengobatan dan cara perawatan di rumah.
2. Masalah
keperawatan yang mungkin muncul
a. Pre operasi
-
Nyeri akut
-
Cemas
-
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
-
Kerusakan eleminasi urin
b. Post operasi
-
Nyeri akut
-
Resiko infeksi
-
Kurang pengetahuan tentang penyakit, diit, dan pengobatan
-
Defisit perawatan diri