Kamis, 26 Juli 2012

ASUHAN KEPERAWATAN POST OP SECTIO CAESARIA

I.   Pengertian
Sectio Saesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim.
II.    Jenis
1.      Bedah Caesar klasik /corporal.
2.      Bedah Caesar transperitoneal profunda
3.      Bedah Caesar ekstraperitoneal
Yang paling banyak dilakukan saat ini adalah SC transperitoneal profunda dengan insisi dari segmen bawah uterus.
Keunggulan dari SC transperitoneal profunda :
1.      Perdarahan luka insisi tidak terlalu banyak
2.      Bahaya peritonitis tidak terlalu besar
3.      Parut pada uterus umumnya kuat sehingga bahaya terjadi ruptur uteri di kemudian hari tidak besar karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.

III. Indikasi

1.      Indikasi Ibu :
a.       Panggul sempit
b.      Tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
c.       Stenosis serviks uteri atau vagina
d.      Plassenta praevia
e.       Disproporsi janin panggul
f.       Rupture uteri membakat
g.      Partus tak maju
h.      Incordinate uterine action
2.      Indikasi Janin
a)      Kelainan Letak :
-          Letak lintang
-          Letak sungsang ( janin besar,kepala defleksi)
-          Latak dahi dan letak muka dengan dagu dibelakang
-          Presentasi ganda
-          Kelainan letak pada gemelli anak pertama
b)      Gawat Janin  
3.      Indikasi Kontra(relative)
a.       Infeksi intrauterine
b.      Janin Mati
c.       Syok/anemia berat yang belum diatasi
d.      Kelainan kongenital berat
IV.  Tekhnik Pelaksanaan
1.      Bedah Caesar klasik /corporal.
a.    Buatlah insisi  membujur secara tajam dengan pisau pada garis tengah korpus uteri diatas  segmen bawah rahim. Perlebar insisi dengan gunting sampai sepanjang kurang lebih 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
b.     Setelah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah. Janin dilahirkan dengan meluncurkan kepala janin keluar  melalui irisan tersebut.
c.      Setelah janin lahir sepenuhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong diantara kedua klem tersebut.
d.  Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
e.     Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
·     Lapisan I          : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
·    Lapisan II      : lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal ( lambert) dengan benang yang sama.
·   Lapisan III      : Dilakukan reperitonealisasi dengan cara peritoneum dijahit secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
f.       Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban
g.      Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
2.      Bedah Caesar transperitoneal profunda
a.  Plika vesikouterina diatas segmen bawah rahim dilepaskan secara melintang, kemudian secar tumpul disisihkankearah bawah dan samping.
b.   Buat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen bawah rahim kurang lebih 1 cm dibawah irisan plika vesikouterina. Irisan kemudian diperlebar dengan gunting sampai kurang lebih sepanjang 12 cm saat menggunting lindungi janin dengan dua jari operator.
c.    Stetlah cavum uteri terbuka kulit ketuban dipecah dan janin dilahirkan dengan cara meluncurkan kepala janin melalui irisan tersebut.
d.      Badan janin dilahirkan dengan mengaitkan kedua ketiaknya.
e.    Setelah janin dilahirkan seluruhnya tali pusat diklem ( dua tempat) dan dipotong diantara kedua klem tersebut.
f.   Plasenta dilahirkan secara manual kemudian segera disuntikkan uterotonika kedalam miometrium dan intravena.
g.       Luka insisi dinding uterus dijahit kembali dengan cara :
· Lapisan I             : Miometrium tepat diatas endometrium dijahit secara silang dengan menggunakan benang chromic catgut no.1 dan 2
·  Lapisan II : lapisan miometrium diatasnya dijahit secara kasur horizontal (lambert) dengan benang yang sama.
·   Lapisan III          : Peritoneum plika vesikouterina dijahit  secara jelujur menggunakan benang plain catgut no.1 dan 2
h.      Eksplorasi kedua adneksa dan bersihkan rongga perut dari sisa-sisa darah dan air ketuban
i.        Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
3.      Bedah Caesar ekstraperitoneal
a.       Dinding perut diiris hanya sampai pada peritoneum. Peritoneum kemudia digeser kekranial agar terbebas dari dinding cranial vesika urinaria.
b.      Segmen bawah rahim diris melintang seperti pada bedah Caesar transperitoneal profunda demikian juga cara menutupnya.
4.      Histerektomi Caersarian ( Caesarian hysterectomy)
a.       Irisan uterus dilakukan seperti pada bedah Caesar klasik/corporal demikian juga cara melahirkan janinnya.
b.      Perdarahan yang terdapat pada irisan uterus dihentikan dengan menggunakan klem secukupnya.
c.       Kedua adneksa dan ligamentum rotunda dilepaskan dari uterus.
d.      Kedua cabang arteria uterina yang menuju ke korpus uteri di klem (2) pada tepi segmen bawah rahim. Satu klem juga ditempatkan diatas kedua klem tersebut.
e.       Uterus  kemudian diangkat diatas kedua klem yang pertama. Perdarahan pada tunggul serviks uteri diatasi.
f.       Jahit cabang arteria uterine yang diklem dengan menggunakan benang sutera no. 2.
g.      Tunggul serviks uteri ditutup dengan jahitan ( menggunakan chromic catgut ( no.1 atau 2 ) dengan sebelumnya diberi cairan antiseptic.
h.      Kedua adneksa dan ligamentum rotundum dijahitkan pada tunggul serviks uteri.
i.        Dilakukan reperitonealisasi sertya eksplorasi daerah panggul dan visera abdominis.
j.        Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis

V.    HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN PADA SC

1.      SC elektif : pembedahan direncanakan terlebih dahulu , karena segala persiapan dapat dilakukan dengan baik.
2.      Anestesia : anestesia umum akan mempengaruhi defensif pada pusat pernafasan janin, anestesi spinal aman buat janin tetapi ada kemungkinan tekanan darah ibu menurun yang bisa berakibat bagi ibu dan janin sehingga cara yang paling aman adalah anestesi local, tetapi sering tidak dilakukan karena mengingat sikap mental penderita.
3.      Transfusi darah : pada umumnya SC perdarahannya lebih banyak disbanding persalinan pervaginam, sehingga perlu dipersiapkan.
4.      Pemberioan antibiotik : pemberian antibiotik sangat dianjurkan mengingat adanya resiko infeksi pada ibu.

VI. Komplikasi

Yang sering terjadi pada ibu SC adalah :
1.      Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas (ringan), atau sedang, yang berat bisa berupa peritonitis, sepsis.
2.      Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
3.      Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencinmg, embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
4.      Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.

VII.          DIAGNOSA KEPERAWATAN

  1. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan  kurangnya pengetahuan ibu tentang cara menyusui yang bernar.
  2. Nyeri akut berhubungan dengan  injury fisik jalan lahir.
  3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal atau familiar dengan sumber informasi tentang cara perawatan bayi.
  4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan  kelelahan sehabis bersalin
  5. Retensi urine berhubungan dengan  spinkter yang kuat dan kaku
  6. Resiko infeksi berhubungan dengan  luka operasi.