Minggu, 22 Juli 2012

Atonia Uteri


1.   Pengertian
            Atonia uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan berkontraksi dengan baik setelah persalinan (Saifudin AB, 2002). Sedangkan dalam sumber lain atonia didefinisikan sebagai hipotonia yang mencolok setelah kelahiran placenta (Bobak, 2002). Dua definisi tersebut sebenarnya mempunyai makna yang hampir sama, intinya bahwa atonia uteri adalah tidak adanya kontraksi segera setelah plasenta lahir.
            Pada kondisi normal setelah plasenta lahir, otot – otot rahim akan berkontraksi secara sinergis. Otot – otot tersebut saling bekerja sama untuk untuk menghentikan perdarahan yang berasal dari tempat implantasi plasenta. Namun sebaliknya pada kondisi tertentu otot – otot rahim tersebut tidak mampu untuk berkontraksi / kalaupun ada kontraksi kurang kuat.  Kondisi demikian akan menyebabkan perdarahan yang terjadi dari tempat implantasi plasenta tidak akan berhenti dan akibatnya akan sangat membahayakan ibu.
            Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75 – 80%) adalah akibat adanya atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500 – 800 ml / menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5 – 6 liter saja.


2.   Penyebab
Suatau penyakit akan bisa ditangani dengan baik kalau diketahui penyebabnya. Dalam kasus atonia uteri penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Namun demikian ada beberapa faktor predisposisi yang bias dikenal.
Faktor – faktor predisposisi tersebut antara lain :
  1. Distensi rahim yang berlebihan
Penyebab distensi uterus yang berlebihan antara lain :
1)      Kehamilan ganda
2)      Poli hidramnion
3)      Makrosomia janin
Peregangan uterus yang berlebihan karena sebab – sebab tersebut akan mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta lahir.
  1. Pemanjangan masa persalinan (partus lama)
Pada partus lama uterus dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot- otot rahim tidak mampu melakukan kontraksi segera setelah plasenta lahir.
  1. Grandemultipara (Paritas 5 atau lebih)
Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan berulang kali  teregang. Hal ini akan menurunkan kemampuan berkontraksi dari uterus segera setelah plasenta lahir.
  1. Kehamilan dengan mioma uterus.
Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum adalah mioma intra mular, dimana mioma berada di dalam miometrium sehingga akan menghalangi uterus berkontraksi.
  1. Persalinan buatan (SC, Forsep dan ekstraksi vakum).
  2. Persalinan lewat waktu
  3. Korioamnionitis
3.   Tanda dan gejala
Mengenal tanda dan gejala sangat penting dalam penentuan diagnosa dan penatalaksanaannya.
Tanda dan gejala atonia uteri antara lain :
a.      Perdarahan pervaginam.
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan. Hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
  1. Konsisitensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting / khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
  1. Fundus uteri naik
  2. Terdapat tanda – tanda syok

---
4.   Penangan atonia uteri
Penanganan kasus atonia uteri harus secara benar, tepat dan cepat, mengingat akibat yang akan terjadi jika tidak segera mendapat penanganan yang cepat dan tepat. Seorang ibu bersalin akan kehilangan darah sangat  banyakdalam beberapa menit saja uterus tidak berkontraksi.
Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam penanganan kasus atonia uteri
  1. Berikan 10 unit oksitosin IM
  2. Lakukan massage uterus untuk mengeluarkan gumpalan darah. Periksa lagi  dengan tehnik aseptik apakah plasenta utuh. Pemeriksaan menggunakan sarung tangan DTT atau steril, usap vagina dan ostium serviks untuk menghilangkan jaringan plasenta atau selaput ketuban yang tertinggal.
  3. Periksa kandung kemih ibu jika kandung kemih ibu bisa dipalpasi atau gunakan teknik aseptic untuk memasang kateter ke dalam kandung kemih ( menggunakan kateter karet steril / DTT ).
  4. Gunakan sarung tangan DTT / steril , lakukan kompresi bimanual internaselama maksimal 5 menit atau hingga perdarahan bias dihentikan dan uterus berkontraksi dengan baik.
  5. Anjurkan keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan
  6. Jika perdarahan bisa dihentikan dan uterus berkontraksi baik :
*      Teruskan kompresi bimanual interna selama 1-2 menit.
*      Keluarkan tangan dengan hati – hati dari vagina.
*      Pantau kala IV dengan seksama, termasuk sering melakukan massage, mengamati perdarahan, tekanan darah dan nadi.
  1. Jika perdarahan tidak terkendali dan uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit setelah dimulainya kompresi bimanual interna :
*                        Instruksikan dan ajari salah satu keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna.
*      Keluarkan tangan dari vagina dengan hati – hati.
*      Jika tidak ada tanda hipertensi pada ibu, berikan metergin 0, 2 mg IM
*      Mulai Iv ringer laktat 500 cc + 20 unit oksitosin menggunakan jarum berlubang besar ( 16 / 18 G ) dengan teknik aseptic. Berikan 500 cc pertama secepat mungkin dan teruskan dengan IV ringer laktat + 20 unit oksitosin yang kedua.
ü  Jika uterus tetap tidak berkontraksi ;
ü  Ulangi KBI
ü  Jika berkontraksi, lepaskan tangan anda perlahan – lahan dan pantau   kala IV dengan seksama.
ü  Jika uterus tidak berkontraksi, rujuk segera dimana operasi dapat dilaksanakan
ü  Dampingi ibu ketempat rujukan. Teruskan infuse dengan kecepatan 500 cc / jam hingga ibu mendapatkan total 1, 5 liter dan kemudian turunkan hingga 125 cc / jam.
*      Jika kompresi bimanual tidak berhasil, coba lakukan kompresi aorta.
*      Perkirakan jumlah darah yang keluar dan cek dengan teratur nadi, pernafasan dan tekanan darah.
*      Buat dokumentasi dengan cermat.
*      Jika perdarahan sulit dikendalikan, ibu harus diobservasi dengan ketat untuk tanda dan gejala infeksi. Jika ada berikan :
ü  Antibiotik spectrum luas, 1 gr Im, ulangi setiap 6 jam
ü  Metronidazol 400 – 500 mg per oral, ulangi setiap 8 jam
*      Kedua obat tersebut diberikan selama 5 hari.