Melalui
pembekalan materi ini peserta latih akan mempelajari prinsip dan langkah dalam
melakukan investigasi dan pengendalian wabah/KLB penyakit menular serta
pengendalian dampak bencana, baik bencana alam maupun bencana akibat perbuatan
manusia.
Pengertian
Pengertian
KLB (Kejadian Luar Biasa) menurut Departemen Kesehatan RI (2004) adalah:
“Timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna
secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan
keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah”.
KLB dapat terjadi dalam lingkup:
1. penyakit menular, misalnya diare, kolera, meningitis, flu
burung, dll.
2. penyakit tidak menular, misalnya cedera/kecelakaan,
intoksikasi bahan berbahaya, bencana alam, gangguan kejiawaan dll.
Kata wabah yang merupakan terjemahan dari kata epidemic (epi=pada, demos=penduduk)
yang secara umum memiliki makna terjadinya kasus-kasus penyakit, kejadian atau
perilaku spesifik terkait kesehatan, pada suatu komunitas atau daerah, yang
secara jelas frekuensi kejadiannya melebihi perkiraan normal (Last, 1995; Weber
dkk dalam Thomas dan Weber, 2001; Chin, 2000; Dwyer dan Groves, dalam Nelson,
dkk, 2005; Giesecke, 1994). Istilah wabah dan KLB memiliki persamaan yaitu
peningkatan kasus yang melebihi situasi yang lazim/normal, namun wabah memiliki
konotasi keadaan yang sudah kritis, gawat atau berbahaya, melibatkan populasi
yang banyak pada wilayah yang lebih luas.
Secara khusus Departemen Kesehatan (2004) membatasi
pengertian wabah sbb: ”Kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada
keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan
malapetaka”.
Untuk menetapkan dan mencabut ketentuan bahwa daerah
tertentu dalam wilayah Indonesia merupakan daerah wabah diperlukan ketetapan
Menteri Kesehatan RI, sesuai UU No.4. tahun 1984, tentang Wabah Penyakit
Menular.
1. Tujuan Investigasi KLB/Wabah
Tujuan utama investigasi KLB/wabah (Weber, dkk
dalam Thomas dan Weber, 2001; CDC, 1992) adalah:
a. Mengidentifikasi dengan cepat sumber dan reservoir dari
KLB/wabah
b. Melaksanakan intervensi untuk menanggulangi dan
mengeliminasi KLB/wabah
c. Mengembangkan kebijakan untuk mencegah KLB/wabah di masa
datang
2. Prinsip-prinsip Investigasi KLB/Wabah
Prinsip-prinsip dasar investigasi KLB/wabah
(Thomas dan Weber, 2001) adalah sbb:
- Walaupun secara teoritis langkah-langkah investigasi KLB/wabah terdiri dari beberapa tahapan yang berurutan, namun dalam prakteknya proses investigasi wabah bersifat dinamis dan berbagai kegiatan dapat dilaksanakan secara simultan.
- Teramat penting untuk senantiasa memelihara komunikasi antara berbagai pihak yang bekentingan dalam invenstigasi dan penanggulangan wabah, seperti Tim Kesehatan Haji, Balai Pengobatan, Daerah Kerja, Departemen Kesehatan dan Agama, bahkan jemaah haji itu sendiri.
- Prinsip-prinsip epidemiologi dan statistik, khususnya berkenaan dengan rancangan studi dan analisis harus diterakan secara benar (appropriate).
- Semua tahapan investigasi dan proses pengumpulan data/informasi harus direkam/dicatat secara teliti dan hati-hati.
- Tinjauan (review) yang kritis dan hati-hati harus dilakukan berdasarkan kepustakaan ilmiah yang relevan.
- Tim kesehatan yang melakukan investigasi KLB/wabah harus senantiasa berpikiran terbuka terhadap berbagai kemungkinan sumber KLB/wabah yang belum terungkap.
Langkah-langkah
investigasi KLB/wabah (CDC, 1992; Dwyer dan Groves, dalam Nelson, dkk, 2005)
meliputi beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Persiapan lapangan
Pada tahap ini harus
dipersiapkan 3 kategori:
a. Persiapan investigasi
Termasuk dalam kategori ini adalah mempersiapkan:
-
pengetahuan
tentang berbagai penyakit yang potensial menjadi KLB/wabah
-
pengetahuan
tentang dan ketrampilan melakukan investigasi lapangan, termasuk pengetahuan
& teknik pengumpulan data dan manajemen spesimen
-
pengetahuan
dan ketrampilan melakukan analisis data dengan komputer
-
dukungan
tinjauan kepustakaan ilmiah yang memadai
-
material dan
instrumen investigasi, seperti kuesioner, bahan/sediaan spesimen dan tes
laboratorium
b. Persiapan administrasi
Dalam kategori ini tim kesehatan harus
mempersiapkan aspek administratif dari investigasi seperti: penyediaan
perijinan, surat-surat atau dokumen formal/legal dalam melakukan investigasi,
penyediaan dana yang memadai, transportasi yang dapat diandalkan, kerapian
dalam dokumentasi, pembagian tugas dan koordinasi dalam tim kesehatan, dll.
c. Persiapan konsultasi
Pada tahap ini sudah harus dipikirkan peran dan
posisi tim kesehatan dalam proses investigasi. Sebelum melakukan investigasi
harus jelas, apakah tim kesehatan memiliki peran langsung memimpin investigasi,
atau hanya mitra dari pejabat/petugas kesehatan setempat (misalnya tim atau
organisasi kesehatan Arab Saudi), atau berperan memberikan bantuan konsultasi
terhadap pejabat/petugas lokal. Mengenal dan menjalin kerjasama dengan petugas/staf/kontak
lokal serta otoritas setempat adalah sangat penting.
2. Konfirmasi kejadian KLB/wabah dan verifikasi diagnosis
- Konfirmasi kejadian KLB/wabah
Pada situasi KLB/wabah, umumnya diasumsikan bahwa
semua kasus-kasus yang muncul saling terkait satu sama lain dan terjadi akibat
hal atau sebab yang sama. Oleh karena itu harus dipastikan bahwa:
1) Kumpulan
kejadian kesakitan (cluster) tersebut
memang merupakan peningkatan tidak wajar dari kasus-kasus yang saling berhubungan
dan memiliki sebab yang sama dan bukannya cluster
sporadis kasus-kasus penyakit yang sama tapi tidak saling berhubungan atau
bahkan kumpulan kasus-kasus yang mirip yang sebenarnya berasal dari beberapa
penyakit yang berbeda.
2) Jumlah
kasus memang melebihi yang diperkirakan (expected). Bagaimana mengetahui jumlah
kasus yang diperkirakan? Biasanya perkiraan dapat dilakukan dengan
membandingkan dengan jumlah kasus pada minggu atau bulan sebelumnya, atau
dengan bulan yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Data tentang jumlah kasus
sebelumnya tentu harus diperoleh dari berbagai sumber-sumber data yang tersedia
di wilayah tersebut baik dari sistem surveilens lokal, pencatatan dan pelaporan
yang rutin di komunitas atau di berbagai fasilitas kesehatan lokal, kegiatan
survei atau asesmen yang bersifat ad-hoc, dll.
3) Peningkatan
jumlah kasus yang melebihi yang diperkirakan tersebut bukan disebabkan oleh
faktor-faktor lain yang artifisal (diluar peningkatan insiden penyakit yang
sesungguhnya), seperti misalnya peningkatan karena:
-
perubahan definisi kasus
-
peningkatan kegiatan penemuan
kasus (case finding)
-
peningkatan sistem/prosedur
pelaporan lokal
-
peningkatan
kesadaran masyarakat untuk mecari pengobatan
-
penambahan besar populasi
-
dll.
- Verifikasi Diagnosis
Tujuan
verifikasi diagnosis adalah:
1) memastikan
bahwa penyakit/masalah kesehatan yang muncul memang telah didiagnosis secara
tepat dan cermat.
2) menyingkirkan
kemungkinan kesalahan pemeriksaan laboratorium sebagai pendukung diagnostik.
Untuk mencapai tujuan
tersebut maka diperlukan:
1) ketrampilan klinis yang memadai dari tim kesehatan
2) kualitas pemeriksaan lab yang baik dan memenuhi standar
tertentu yang diharapkan
3) komunikasi yang baik antara tim kesehatan dan jamaah
sakit, untuk menggali secara lebih akurat riwayat penyakit dan pajanan
potensial
3. Penentuan definisi kasus, identifikasi dan penghitungan kasus dan pajanan
- Penentuan definisi kasus
Definisi kasus adalah kumpulan (set) yang standar tentang kriteria klinis untuk menentukan apakah
seseorang dapat diklasifikasikan sebagai penderita penyakit tsb. Definis kasus
dalam konteks KLB/wabah haruslah dibatasi oleh karateristik tertentu dari,
orang tempat dan waktu. Sekali ditetapkan maka definisi kasus ini harus dipakai
secara konsisten pada semua situasi dalam investigasi.
Berdasarkan derajat ketidakpastiannya diagnosis kasus
dapat dibagi menjadi:
1) Kasus
definitif/konfirmatif (definite/confirmed
case) adalah diagnosis kasus yang dianggap pasti berdasarkan verifikasi
laboratorium
2) Kasus
sangat mungkin (probable case) adalah
diagnosis kasus yang ditegakkan berdasarkan
berbagai gambaran klinis yang khas tanpa verifikasi laboratorium
3) Kasus
mungkin/dicurigai (possible/suspected
case) adalah diagnosis kasus yang ditegakkan berdasarkan sedikit gambaran klinis yang khas tanpa
verifikasi laboratorium.
- Identifikasi dan penghitungan kasus dan pajanan
Dalam
rangka menghitung kasus, terlebih dahulu harus dipikirkan mekanisme untuk
mengidentifikasi kasus dari berbagai sumber kasus yang mungkin, seperti
dari/di:
1. fasilitas
kesehatan, seperti BPHI, Pos Medik, RS Arab Saudi, dll.
2. pemukiman
jamaah
3. sarana
transportasi seperti pesawat
4. jemaah
yang sakit atau keluarganya
5. dll.
Informasi yang dapat
digali dari setiap kasus adalah:
1. identitas
kasus, misal: nama, no. jamaah, no. kloter, nama asal embarkasi, no/nama
rombongan no/nama regu, dll.
2. karateristik demografis, misal; umur, jenis kelamin,
suku, pekerjaan
3. karateristik klinis, misal riwayat penyakit, keluhan dan
tanda sakit yang dialami, serta hasil lab
4. karateristik faktor-faktor risikoyang berkaitan dengan
sebab-sebab penyakit dan faktor-faktor pemajanan spesifik yang relevan dengan
penyakit yang diteliti.
5. informasi
pelapor kasus.
Berbagai informasi tersebut biasanya direkam dalam format pelaporan
yang standar, kuesioner atau form abstraksi/kompilasi data. Form abstraksi/kompilasi data berisi pilihan
informasi-informasi terpenting yang perlu didata untuk setiap kasus. Bentuk
format kompilasi tsb berupa baris-baris daftar kasus (line listing). Pada format line
listing ini setiap kasus yang ditemui diletakkan pada setiap baris,
sementara setiap kolomnya berisi variabel penting kasus tsb. Kasus baru akan
dimasukkan/ditambahkan pada baris di bawah kasus sebelumnya, sehingga kita
dapat memiliki daftar kasus yang selalu diperbaharui (up-dated) berikut jumlahnya dari waktu ke waktu.
4.
Tabulasi
data epidemiologi deskriptif berdasarkan orang, tempat dan waktu
KLB/wabah dapat digambarkan secara
epidemiologis dengan melakukan tabulasi data frekuensi distribusi kasusnya
menurut karakteristik orang, tempat dan waktu. Penggambaran ini disebut
epidemiologi deskriptif.
Tabulasi data frekuensi distribusi kasus
berdasarkan karateristik orang dilakukan untuk melihat apakah karakteristik
orang/populasi tertentu memberikan tingkat risiko tertentu untuk terjadinya
penyakit. Karateristik orang yang lazim
diteliti adalah karakteristik demografis, klinis dan pajanan, sebagaimana telah
dicontohkan dalam butir IV.3.2.
Deskripsi data frekuensi distribusi kasus
berdasarkan karateristik tempat dimaksudkan untuk memperkirakan luasnya masalah
secara geografis dan menggambarkan pengelompokkan (clustering) dan pola penyebaran (spreading) penyakit berdasarkan wilayah kejadian yang nantinya
dapat dijadikan petunjuk untuk mengidentifikasi etiologi penyakit tsb. Peta bintik
(spot map) dan Peta area (area map) merupakan bentuk penyajian
data deskriptif menurut tempat yang sangat berguna. Penerapan sistem informasi
geografis (geografic information system
atau GIS) berikut piranti lunaknya dapat mendukung tercapainya tujuan tersebut
di atas.
Deskripsi frekuensi distribusi kasus berdasarkan
karateristik waktu dilakukan untuk beberapa tujuan berikut ini:
- mengetahui besarnya skala KLB/wabah dan kecenderungan waktu (time trend) dari kejadian KLB/wabah tsb. Untuk mempermudah tercapainya tujuan ini KLB/wabah dapat digambarkan menggunakan kurva epidemik (epi) ini.
- memprediksi jalannya KLB/wabah di waktu-waktu mendatang
- mengenal pola epidemi yang terjadi, apakah common source (berasal dari 1 sumber yang sama dan menyebar sekaligus) atau propagated (menyebar dari orang ke orang) atau campuran keduanya.
5. Pengumpulan specimen dan analisis laboratorium
Pengumpulan spesimen apabila
memungkinkan dan layak (feasible)
dapat membantu konfirmasi diagnosis, bahkan untuk penyakit tertentu merupakan
penentu diagnosis, seperti misalnya pada kasus kolera, salmonelosis, hepatitis
dan keracunan logam berat. Namun harus dipahami bahwa setiap perangkat dan
teknik tes laboratorium memiliki nilai validitas (sensitifitas dan
spesifisitas) tertentu yang akan menentukan besarnya false positif atau false
negatif dari diagnosis kasus.
6. Formulasi dan uji hipotesis melalui studi epidemiologi
analitik
- Formulasi hipotesis
Berdasarkan fakta-fakta epidemiologi deskriptif
(deskripsi kasus menurut orang tempat dan waktu), kita dapat mulai membuat
dugaan atau penjelasan sementara (hipotesis) yang lebih fokus tentang
faktor-faktor risiko atau determinan yang diperkirakan terlibat dalam kejadian
KLB/wabah tersebut.
Hipotesis yang kita buat haruslah diarahkan untuk mencari
penjelasan tentang:
1) Sumber
penularan
2) Cara
penularan (mode of transmission)
3) Faktor-faktor risiko atau determinan yang mempengaruhi
terjadinya KLB/wabah
Proses penalaran dalam membuat hipotesis dapat
menggunakan pendekatan berikut:
1) Metode
perbedaan (difference)
2) Metode
kecocokan (agreement)
3) Metode variasi yang berkaitan (concomitant variation)
4) Metode
analogi (analogy)
- Uji hipotesis melalui studi epidemiologi analitik
Proses pengujian hipotesis bergantung pada bukan hanya
pendekatan/uji statistik yang dipakai tapi juga desain studi epidemiologi
analitik yang dipakai untuk menyelidiki etiologi atau determinan penyakit yang
menimbulkan KLB/wabah. Desain studi epidemiologi analitik yang boleh
dipertimbangkan untuk digunakan dalam investigasi wabah adalah studi kasus
kontrol dan kohort.
Studi kasus kontrol secara praktis lebih efisien (mudah,
murah, hemat waktu dengan jumlah kasus yang sedikit) sehingga lebih sering
diterapkan pada situasi KLB/wabah. Kumpulan/serial kasus yang sudah
diidentifikasi dinyatakan sebagai kelompok kasus, sehingga tugas selanjutnya
adalah mengidentifikasi dan menseleksi dengan baik kelompok kontrol yaitu
populasi yang tidak menderita penyakit penyebab KLB/wabah. Dari kedua kelompok
ini, informasi tentang satu atau beberapa status pajanan, faktor-faktor risiko
atau etiologi dapat digali mundur ke belakang (backward). Kuatnya hubungan antara pajanan/etiologi dengan penyakit
penyebab KLB dapat diestimasi menggunakan ukuran OR (odds ratio) beserta interval kepercayaannya (confidence interval). Ukuran OR dari studi kasus kontrol klasik
dipakai sebagai estimasi RR yang memadai dengan syarat incidence rate
penyakitnya rendah.
Kelompok kontrol dapat dipilih dari beberapa kelompok,
seperti:
1) Jamaah yang berobat atau dirawat di fasilitas kesehatan
dengan diagnosis yang berbeda dengan kasus, namun tidak berbagi pajanan (sharing exposure) dengan kasus
2) Jamaah keluarga kasus, misal istri/suami, anak/orang tua,
atau saudara kasus
3) Jamaah lain yang bukan keluarga, namun masih
“bertetangga” dalam 1 kloter (kelompok terbang) atau 1 rombongan atau 1 regu
atau tinggal 1 pemondokan
4) Jamaah lain yang bukan keluarga di luar kloter kasus.
Penerapan
studi kohort didalam situasi KLB/wabah mungkin lebih sulit, karena untuk
melakukan studi kohort dibutuhkan kemampuan mengidentifikasi populasi orang
sehat yang berisiko untuk sakit (population
at risk) dan mengikuti/menindaklanjutinya (melakukan follow-up) terhadap populasi tersebut sampai periode waktu
tertentu. Dengan bergerak kedepan (forward),
masing-masing kategori dari kelompok pajanan (misalnya kelompok terpajan dan
kelompok tidak terpajan) diamati dan diikuti sampai munculnya satu atau
beberapa penyakit yang diteliti. Karena studi ini membutuhkan adanya proses follow-up dengan risiko terjadinya drop-out dari subyek yang diamati, maka
studi ini relatif menjadi lebih kompleks (lebih menghabiskan waktu, biaya dan
tenaga) dibanding studi kasus kontrol. Namun demikian studi ini secara umum
lebih baik dari kasus kontrol klasik dalam aspek validitasnya. Kuatnya hubungan
antara pajanan/etiologi dengan penyakit penyebab KLB dapat langsung diestimasi
menggunakan ukuran RR (Relative Risk)
beserta interval kepercayaannya (confidence
interval). Relative Risk yang dipakai dapat berupa Cummulative Incidence Risk Ratio (Risk Ratio) atau berupa Incidence Density Rate Ratio (Rate Ratio),
bergantung dari jenis ukuran frekuensi yang dipakai dan jenis populasi
kohortnya.
7. Aplikasi studi sistematik tambahan
Selain studi epidemiologi deskriptif dan analitik, kadangkala diperlukan
dukungan tambahan dari studi-studi sistematik lain, khususnya ketika studi
epidemiologi analitik masih belum dapat menyuguhkan bukti-bukti yang kuat.
Studi-studi sistematik tambahan yang dapat dilakukan misalnya adalah studi
meta-analisis, studi kualitatif, studi mortalitas, survei serologis atau
investigasi lingkungan. Investigasi lingkungan, dalam keadaan tertentu
bermanfaat untuk menjelaskan bagaimana KLB tsb terjadi, seperti misalnya
penyelidikan breeding places, reservoir atau kepadatan vektor penyebab
malaria, atau kondisi higiene dan sanitasi lingkungan yang mungkin beperan
dalam terjadinya KLB diare atau kondisi sumber air minum yang terkontaminasi
bakteri atau tercemar zat berbahaya.
Untuk kepentingan pencegahan KLB/wabah di masa mendatang, apabila
memungkinakan dapat pula dilakukan studi-studi intervensi seperti uji vaksin
kolera, meningitis, influenza, atau uji efektifitas (efficacy) terapi profilaksis
tertentu dll. Studi kecukupan sumber daya dan logistik untuk penanganan
KLB/wabah juga mungkin diperlukan.
8. Penerapan intervensi penanggulangan dan pencegahan
Walaupun secara teoritis, penerapan intervensi penanggulangan dan
pencegahan berada pada langkah ke delapan, namun dalam prakteknya langkah
intevensi ini harus dapat dilakukan secepat dan sedini mungkin, ketika sumber
KLB/wabah sudah dapat diidentifikasi.
Secara umum intervensi penanggulangan dapat diarahkan pada titik/simpul
terlemah dalam rantai penularan penyakit, seperti:
- agen etiologi, sumber, reservoir atau kondisi lingkungan yang spesifik
- keberadaan faktor-faktor risiko yang ikut berpengaruh
- mekanisme transmisi penyakit
- kerentanan host (yaitu jemaah haji) melalui program kebugaran dan vaksinasi misalnya
9. Komunikasi hasil
Tugas terakhir dalam investigasi wabah adalah
mengkomunikasikan dengan baik hasil investigasi kepada berbagai pihak yang
berwenang, bertanggungjawab dan terkait dengan intervensi penanggulangan dan
pencegahan. Format/bentuk komunikasi yang dapat dilakukan adalah berupa:
a. Penjelasan lisan.
Dalam format ini pihak-pihak yang berwenang,
bertanggungjawab dan terkait dengan intervensi penanggulangan dan pencegahan.
Presentasi oral haruslah jelas, mudah dipahami dan secara ilmiah meyakinkan
pengambil keputusan sehingga dapat memotivasi mereka untuk segera melakukan intervensi
b. Penulisan laporan.
Hasil investigasi juga perlu ditulis dalam laporan dengan
sistematika tertentu yang sesuai dengan standar-standar penulisan ilmiah.
Sistematika yang dipakai meliputi:
1) pendahuluan/latar belakang
2) tujuan
3) metodologi
4) hasil
5) pembahasan
6) simpulan dan saran/rekomendasi
Penulisan laporan ini disamping sebagai cetak biru
(blueprint) aksi penanggulangan juga bermanfaat sebagai dokumen resmi untuk
menghadapi masalah-masalah hukum dan etik yang potensial. Dalam konteks
akademik laporan tertulis yang memenuhi kaidah-kaidah penulisan ilmiah juga
dapat menjadi sumbangsih dalam penyebarluasan dan pengembangan ilmu, khususnya
dalam bidang kesehatan masyarakat dan epidemiologi.
1. CDC.
Principle of Epidemiology. 2nd
edition. 1992
2. Chin,
J. Control of Communicable Disease Manual.
2000
3. Departemen
Kesehatan RI. Buku Pedoman Penyelidikan
dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (Pedoman Epidemiologi Penyakit). 2004.
4. Dwyer,
DM dan Groves, C dalam Nelson, dkk. Outbreak
Epidemiology dalam Infectious Disease
Epidemiology. Theory and Practice. 2005
5. Giesecke,
J. Modern Infectious Disease Epidemiology.1994
6. Last,
J. Dictionary of Epidemiology. 3rd
edition. 1995,
7. Weber,
DJ. dkk dalam Thomas dan Weber. Investigation of Outbreaks dalam Epidemiologic
Methods for the Study of Infectious Diseases. 2001.