Berdasarkan tempat pelayanan,
imunisasi wajib dibagi menjadi:
1. Pelayanan
imunisasi di dalam gedung (komponen statis) seperti puskesmas, puskesmas
pembantu, rumah sakit, klinik, bidan praktek, dokter praktik.
Untuk meningkatkan jangkauan pelayanan, imunisasi dapat
diberikan melalui fasilitas Pemerintah maupun swasta, antara lain rumah sakit
swasta, praktek dokter, praktek bidan Klinik swasta, balai imunisasi.
Kebutuhan
logistik untuk Unit Pelayanan Kesehatan Swasta/UPKS (vaksin dan pelarutnya,
alat suntik/ADS, safety box)
diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui Puskesmas diwilayahnya.
Kebutuhan logistik dihitung berdasarkan pemakaian rata-rata setiap bulan
ditambah dengan 25% sebagai cadangan. Pemakaian logistik harus dilaporkan
setiap bulan kepada Puskesmas setempat bersamaan dengan laporan cakupan
pelayanan imunisasi. Laporan imunisasi dibuat sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan (dalam dalam buku KIA, rekam medis, dan/atau kohort).
Dalam meningkatkan
keterampilan dan mempertahankan kualitas
pelaksanaan
imunisasi, UPKS akan mendapatkan pembinaan dan supervisi dari Dinas Kesehatan
yang dapat didelegasikan kepada Puskesmas sesuai wilayahnya. UPKS juga
berkewajiban menggunakan standar peralatan sesuai dengan standar pelayanan
imunisasi yaitu jenis lemari es, vaccine
carrier, cool pack, safety box serta ADS.
UPKS
bertanggung jawab menjaga kualitas vaksin, rantai dingin dan penerapan safe injection sesuai standar dari
Kementerian Kesehatan, serta menyediakan petugas pelaksana imunisasi terlatih
sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan.
Untuk
pelayanan imunisasi pilihan (imunisasi MMR, Pneumococcus,
Hepatitis A, HiB, dan sebagainya), diberikan mengikuti pedoman dari IDAI atau
pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Peningkatan peran swasta
dalam penyelenggaraan imunisasi serta terjaminnya kelancaran pelayanan
imunisasi di unit pelayanan kesehatan swasta (UPKS) perlu dilakukan dengan
meningkatkan jejaring pelayanan. Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota
wajib melakukan pembinaan dan memfasilitasi semua pihak yang berperan dalam
jejaring tersebut, antara lain menyediakan pedoman, melaksanakan pelatihan,
menyediakan logistik, membantu manajemen data, menyediakan standar format untuk
pencatatan dan pelaporan, menjaga komunikasi diantara para-pihak, melakukan
pembinaan, melakukan pemantauan dan evaluasi, serta memberi perlindungan hukum
pada provider yang melaksanakan imunisasi sesuai dengan standar yang ditetapkan
(sehubungan dengan kasus KIPI).
Peran
mitra swasta sebagai provider/pemberi pelayanan imunisasi adalah melengkapi
peralatan pelayanan sesuai standar minimal, mencatat hasil pelayanan, pemakaian
logistik dan KIPI, serta membuat pencatatan dan melaporkan cakupan.
2. Pelayanan
imunisasi di luar gedung (komponen dinamis) seperti posyandu, di sekolah, atau
melalui kunjungan rumah.
Dalam
pemberian imunisasi, harus diperhatikan kualitas vaksin, pemakaian alat suntik,
dan hal–hal penting saat pemberian imunisasi (dosis, cara dan tempat pemberian,
interval pemberian, tindakan antiseptik dan kontra indikasi).
a.
Kualitas
vaksin
Seluruh vaksin yang akan digunakan
dalam pelayanan imunisasi harus sudah memenuhi standard WHO serta memiliki Certificate of Release (CoR) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Beberapa
hal yang harus diperhatikan dalam menentukan kualitas dan keamanan vaksin
adalah:
1)
Vaksin
belum kadaluwarsa
Secara umum vaksin dapat digunakan
sampai dengan akhir bulan masa kadalwuarsa vaksin.
2) Vaksin
sensitif beku belum pernah mengalami pembekuan Apabila terdapat kecurigaan
vaksin sensitif beku pernah mengalami pembekuan, maka harus dilakukan uji kocok
(shake test) terhadap vaksin tersebut. Sebagai pembanding digunakan jenis dan nomor batch vaksin yang sama.
3)
Vaksin
belum terpapar suhu panas yang berlebihan.
Dalam setiap kemasan vaksin (kecuali
BCG) telah dilengkapi dengan alat pemantau paparan suhu panas yang disebut Vaccine Vial Monitor (VVM).
4) Vaksin
belum melampaui batas waktu ketentuan pemakaian vaksin yang telah dibuka.
Vaksin yang telah dipakai pada
tempat pelayanan statis bisa digunakan lagi pada pelayanan berikutnya,
sedangkan sisa pelayanan dinamis harus dibuang.
5)
Pencampuran
vaksin dengan pelarut
Antara pelarut dan vaksin harus
berasal dari pabrik yang sama.
b.
Pemakaian
alat suntik
Untuk
menghindarkan terjadinya penyebaran penyakit yang diakibatkan oleh penggunaan
berulang alat suntik bekas, maka setiap pelayanan imunisasi harus menggunakan
alat suntik yang akan mengalami kerusakan setelah sekali pemakaian (Auto Disable Syringe/ADS), baik untuk penyuntikan maupun pencampuran vaksin dengan pelarut.
c.
Hal-hal
yang penting saat pemberian imunisasi
1) Dosis,
cara pemberian dan tempat pemberian imunisasi Tabel 13. Dosis, Cara dan Tempat
Pemberian Imunisasi
Jenis
|
Dosis
|
Cara Pemberian
|
Tempat
|
|
Vaksin
|
|
|
|
|
Hepatitis B
|
0,5 ml
|
Intra Muskuler
|
Paha
|
|
BCG
|
0,05
ml
|
Intra
Kutan
|
Lengan
kanan atas
|
|
Polio
|
2
tetes
|
Oral
|
Mulut
|
|
DPT-HB-Hib
|
0,5 ml
|
Intra
Muskuler
|
Paha
untuk bayi
|
|
|
|
|
Lengan
|
kanan
|
|
|
|
untuk batita
|
|
Campak
|
0,5 ml
|
Sub
Kutan
|
Lengan
kiri atas
|
|
DT
|
0,5 ml
|
Intra
Muskuler
|
Lengan
kiri atas
|
|
Td
|
0,5 ml
|
Intra
Muskuler
|
Lengan
kiri atas
|
|
TT
|
0,5 ml
|
Intra
Muskuler
|
Lengan
kiri atas
|
2)
Interval
pemberian
Jarak minimal antar dua pemberian
imunisasi yang sama adalah 4 (empat) minggu. Tidak ada batas maksimal antar dua
pemberian imunisasi.
3)
Tindakan
antiseptik
Setiap
petugas yang akan melakukan pemberian imunisasi harus mencuci tangan dengan
sabun terlebih dahulu.
Untuk membersihkan tempat suntikan
digunakan kapas kering dengan melakukan sekali usapan pada tempat yang akan
disuntik. Tidak dibenarkan menggunakan alkohol untuk tindakan antiseptik.
4)
Kontra
indikasi
Pada umumnya tidak terdapat kontra
indikasi imunisasi untuk
individu
sehat kecuali untuk kelompok risiko. Pada setiap sediaan vaksin selalu terdapat
petunjuk dari produsen yang mencantumkan indikasi kontra serta perhatian khusus
terhadap vaksin.
Tabel
14. Petunjuk Kontra Indikasi Dan Perhatian Khusus Untuk Imunisasi
|
Indikasi kontra dan perhatian
|
Bukan indikasi kontra
|
|||
|
khusus
|
(imunisasi dapat dilakukan)
|
|||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Berlaku umum untuk semua vaksin
|
|
|
|
|
|
DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B
|
|
|
Kontra
Indikasi
|
Bukan
kontra indikasi
|
|||
Ensefalopati
dalam 7 hari pasca DPT
|
|
||||
sebelumnya
|
|
|
|||
|
Perhatian khusus
|
|
|||
- Demam >40,5oC dalam 48 jam
|
- Demam <40,5oC pasca
DPT
|
||||
|
pasca DPT sebelumnya, yang
|
sebelumnya
|
|||
|
tidak berhubungan dengan
|
- Riwayat kejang dalam keluarga
|
|||
|
penyebab lain
|
|
- Riwayat SIDS dalam keluarga
|
||
- Kolaps dan keadaan seperti syok
|
- Riwayat KIPI dalam
keluarga
|
||||
|
(episode
hipotonik-hiporesponsif)
|
pasca DPT
|
|||
|
dalam 48 jam pasca DPT
|
|
|||
|
sebelumnya
|
|
|
||
- Kejang dalam 3 hari pasca DPT
|
|
||||
|
sebelumnya
|
|
|
||
- Menangis terus >3 jam dalam
48
|
|
||||
|
jam
pasca DPT
|
|
sebelumnya
|
|
|
- Sindrom
Guillain-Barre dalam 6
|
|
||||
|
minggu pasca vaksinasi
|
|
|||
|
|
|
|
Vaksin Polio
|
|
|
Kontra
Indikasi
|
Bukan
kontra indikasi
|
|||
-
|
Infeksi HIV
atau kontak HIV
|
- Menyusui
|
|||
|
serumah
|
|
- Sedang dalam terapi antibiotik
|
||
-
|
Imunodefisiensi
|
(keganasan
|
- Diare ringan
|
||
|
hematologi atau
|
tumor padat,
|
|
||
|
imuno-defisiensi kongenital,
terapi
|
|
|||
-
|
imunosupresan jangka panjang)
|
|
|||
Imunodefisiensi
|
penghuni
|
|
|||
|
serumah
|
|
|
||
|
Perhatian
khusus
|
|
|||
Kehamilan
|
|
|
|||
|
|
|
|
Campak
|
|
|
Perhatian
khusus
|
|
|||
-
|
Mendapat
transfusi darah/produk
|
|
|||
|
darah atau imunoglobulin (dalam
|
|
|||
|
3-11 bulan,
tergantung produk
|
|
|||
-
|
darah dan dosisnya)
|
|
|||
Trombositopenia
|
|
|
|||
-
|
Riwayat purpura trombositopenia
|
|
|||
|
|
|
|
Hepatitis
B
|
|
|
Kontra
Indikasi
|
Bukan
kontra indikasi
|
|||
|
Reaksi anafilaktoid terhadap ragi
|
Kehamilan
|
|||
|
|
|
|
|
|