Kamis, 04 Oktober 2018

PELAKSANAAN IMUNISASI WAJIB




Berdasarkan tempat pelayanan, imunisasi wajib dibagi menjadi:
1.   Pelayanan imunisasi di dalam gedung (komponen statis) seperti puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit, klinik, bidan praktek, dokter praktik.

Untuk meningkatkan jangkauan pelayanan, imunisasi dapat diberikan melalui fasilitas Pemerintah maupun swasta, antara lain rumah sakit swasta, praktek dokter, praktek bidan Klinik swasta, balai imunisasi.

Kebutuhan logistik untuk Unit Pelayanan Kesehatan Swasta/UPKS (vaksin dan pelarutnya, alat suntik/ADS, safety box) diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melalui Puskesmas diwilayahnya. Kebutuhan logistik dihitung berdasarkan pemakaian rata-rata setiap bulan ditambah dengan 25% sebagai cadangan. Pemakaian logistik harus dilaporkan setiap bulan kepada Puskesmas setempat bersamaan dengan laporan cakupan pelayanan imunisasi. Laporan imunisasi dibuat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (dalam dalam buku KIA, rekam medis, dan/atau kohort).

Dalam  meningkatkan  keterampilan  dan  mempertahankan  kualitas

pelaksanaan imunisasi, UPKS akan mendapatkan pembinaan dan supervisi dari Dinas Kesehatan yang dapat didelegasikan kepada Puskesmas sesuai wilayahnya. UPKS juga berkewajiban menggunakan standar peralatan sesuai dengan standar pelayanan imunisasi yaitu jenis lemari es, vaccine carrier, cool pack, safety box serta ADS.

UPKS bertanggung jawab menjaga kualitas vaksin, rantai dingin dan penerapan safe injection sesuai standar dari Kementerian Kesehatan, serta menyediakan petugas pelaksana imunisasi terlatih sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan.

Untuk pelayanan imunisasi pilihan (imunisasi MMR, Pneumococcus, Hepatitis A, HiB, dan sebagainya), diberikan mengikuti pedoman dari IDAI atau pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Peningkatan peran swasta dalam penyelenggaraan imunisasi serta terjaminnya kelancaran pelayanan imunisasi di unit pelayanan kesehatan swasta (UPKS) perlu dilakukan dengan meningkatkan jejaring pelayanan. Dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota wajib melakukan pembinaan dan memfasilitasi semua pihak yang berperan dalam jejaring tersebut, antara lain menyediakan pedoman, melaksanakan pelatihan, menyediakan logistik, membantu manajemen data, menyediakan standar format untuk pencatatan dan pelaporan, menjaga komunikasi diantara para-pihak, melakukan pembinaan, melakukan pemantauan dan evaluasi, serta memberi perlindungan hukum pada provider yang melaksanakan imunisasi sesuai dengan standar yang ditetapkan (sehubungan dengan kasus KIPI).
Peran mitra swasta sebagai provider/pemberi pelayanan imunisasi adalah melengkapi peralatan pelayanan sesuai standar minimal, mencatat hasil pelayanan, pemakaian logistik dan KIPI, serta membuat pencatatan dan melaporkan cakupan.

2.   Pelayanan imunisasi di luar gedung (komponen dinamis) seperti posyandu, di sekolah, atau melalui kunjungan rumah.

Dalam pemberian imunisasi, harus diperhatikan kualitas vaksin, pemakaian alat suntik, dan hal–hal penting saat pemberian imunisasi (dosis, cara dan tempat pemberian, interval pemberian, tindakan antiseptik dan kontra indikasi).

a.      Kualitas vaksin
Seluruh vaksin yang akan digunakan dalam pelayanan imunisasi harus sudah memenuhi standard WHO serta memiliki Certificate of Release (CoR) yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan kualitas dan keamanan vaksin adalah:

1)      Vaksin belum kadaluwarsa
Secara umum vaksin dapat digunakan sampai dengan akhir bulan masa kadalwuarsa vaksin.
2)      Vaksin sensitif beku belum pernah mengalami pembekuan Apabila terdapat kecurigaan vaksin sensitif beku pernah mengalami pembekuan, maka harus dilakukan uji kocok (shake test) terhadap vaksin tersebut. Sebagai pembanding digunakan jenis dan nomor batch vaksin yang sama.

3)      Vaksin belum terpapar suhu panas yang berlebihan.
Dalam setiap kemasan vaksin (kecuali BCG) telah dilengkapi dengan alat pemantau paparan suhu panas yang disebut Vaccine Vial Monitor (VVM).
4)      Vaksin belum melampaui batas waktu ketentuan pemakaian vaksin yang telah dibuka.

Vaksin yang telah dipakai pada tempat pelayanan statis bisa digunakan lagi pada pelayanan berikutnya, sedangkan sisa pelayanan dinamis harus dibuang.
5)      Pencampuran vaksin dengan pelarut
Antara pelarut dan vaksin harus berasal dari pabrik yang sama.

b.      Pemakaian alat suntik
Untuk menghindarkan terjadinya penyebaran penyakit yang diakibatkan oleh penggunaan berulang alat suntik bekas, maka setiap pelayanan imunisasi harus menggunakan alat suntik yang akan mengalami kerusakan setelah sekali pemakaian (Auto Disable Syringe/ADS), baik untuk penyuntikan maupun pencampuran vaksin dengan pelarut.

  
c.      Hal-hal yang penting saat pemberian imunisasi
1)      Dosis, cara pemberian dan tempat pemberian imunisasi Tabel 13. Dosis, Cara dan Tempat Pemberian Imunisasi

Jenis
Dosis
Cara Pemberian
Tempat
Vaksin




Hepatitis B
0,5 ml
Intra Muskuler
Paha

BCG
0,05 ml
Intra Kutan
Lengan kanan atas
Polio
2 tetes
Oral
Mulut

DPT-HB-Hib
0,5 ml
Intra Muskuler
Paha untuk bayi



Lengan
kanan



untuk batita

Campak
0,5 ml
Sub Kutan
Lengan kiri atas
DT
0,5 ml
Intra Muskuler
Lengan kiri atas
Td
0,5 ml
Intra Muskuler
Lengan kiri atas
TT
0,5 ml
Intra Muskuler
Lengan kiri atas

2)      Interval pemberian
Jarak minimal antar dua pemberian imunisasi yang sama adalah 4 (empat) minggu. Tidak ada batas maksimal antar dua pemberian imunisasi.
3)      Tindakan antiseptik
Setiap petugas yang akan melakukan pemberian imunisasi harus mencuci tangan dengan sabun terlebih dahulu.

Untuk membersihkan tempat suntikan digunakan kapas kering dengan melakukan sekali usapan pada tempat yang akan disuntik. Tidak dibenarkan menggunakan alkohol untuk tindakan antiseptik.
4)      Kontra indikasi
Pada umumnya tidak terdapat kontra indikasi imunisasi untuk
individu sehat kecuali untuk kelompok risiko. Pada setiap sediaan vaksin selalu terdapat petunjuk dari produsen yang mencantumkan indikasi kontra serta perhatian khusus terhadap vaksin.


Tabel 14. Petunjuk Kontra Indikasi Dan Perhatian Khusus Untuk Imunisasi


Indikasi kontra dan perhatian
Bukan indikasi kontra

khusus
(imunisasi dapat dilakukan)










Berlaku umum untuk semua vaksin




DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B

Kontra Indikasi
Bukan kontra indikasi
Ensefalopati dalam 7 hari pasca DPT

sebelumnya



Perhatian khusus

-  Demam >40,5oC dalam 48 jam
-  Demam   <40,5oC   pasca   DPT

pasca DPT sebelumnya, yang
sebelumnya

tidak berhubungan dengan
-  Riwayat kejang dalam keluarga

penyebab lain

-  Riwayat SIDS dalam keluarga
-  Kolaps dan keadaan seperti syok
-  Riwayat  KIPI  dalam  keluarga

(episode hipotonik-hiporesponsif)
pasca DPT

dalam 48 jam pasca DPT


sebelumnya


-  Kejang dalam 3 hari pasca DPT


sebelumnya


-  Menangis terus >3 jam dalam 48


jam pasca DPT

sebelumnya

-  Sindrom  Guillain-Barre  dalam  6


minggu pasca vaksinasi





Vaksin Polio

Kontra Indikasi
Bukan kontra indikasi
-
Infeksi  HIV  atau  kontak  HIV
-  Menyusui

serumah

-  Sedang dalam terapi antibiotik
-
Imunodefisiensi
(keganasan
-  Diare ringan

hematologi  atau
tumor  padat,


imuno-defisiensi kongenital, terapi

-
imunosupresan jangka panjang)

Imunodefisiensi
penghuni


serumah



Perhatian khusus

Kehamilan






Campak

Perhatian khusus

-
Mendapat transfusi darah/produk


darah atau imunoglobulin (dalam


3-11  bulan,  tergantung  produk

-
darah dan dosisnya)

Trombositopenia


-
Riwayat purpura trombositopenia





Hepatitis B

Kontra Indikasi
Bukan kontra indikasi

Reaksi anafilaktoid terhadap ragi
Kehamilan